Aku; memang tak pernah bisa untuk memulai sebuah kepastian. Tapi, ketika tangan Tuhan menunjukan kemudahan-Nya dan kita berproses seperti halnya amoeba, kepompong atau kecebong atau lainnya dan terlibat dalam tanya menyatu dalam eksistensi dalam keambiguan yang indah yang panjang yang entah dimana batasnya sampai saat semua harus diakhiri dengan begitu absurd. Aku semakin bingung bagaimana caranya. Apakah tangan-tangan Tuhan atau perasaan yang diciptakan oleh keadaan akan kembali memudahkan? Menjadikan semua rasa menjadi sediakala? Entahlah.
Aku semakin meragukan diriku, dan diriku semakin meragukan keragu-raguanku itu.
Jika memang aku tak mencintaimu, mengapa galau selalu mengacau, mengapa gelisah menjelma tiba-tiba dan terasa begitu lama?
Aku mungkin akan merindukan orang yang uring-uringan, cerewet yg selalu ingin bercerita atau diam; seperti batu dan selalu susah diajak kompromi. Mungkin juga aku rindu urat-urat tangan atau bulu-bulu mata yang lentik;yang selalu ingin kukecup saat kau mau berangkat untuk tidur, atau bisa saja suara paraumu; pagi-pagi antara jaga dan mimpi.
Mungkin sekali lagi mungkin! aku merindukan Vespaku melaju melintasi jalan didepan gedung paris van java, isi bensin, mogok, ganti busi, oli membayangkan kopi buatanmu atau apa saja ;menuju tempatmu.
(Ya, kemungkinan itu selalu ada).
Tapi sekarang bagaimana?
Kerinduanku yang kurang ajar itu telah menyesak diantara jantungku yg lemah, berebutan tempat dengan paru-paruku yg basah dan semakin parah. Aku; hilang dan habis atau tenggelam bersama kenangan yang dikuburkan menjadi himpitan-himpitan frame slide yg cepat menjelma iklan yang saling bertabrakan dan diwakili menjadi jutaan puisi yang tak tentu arah kemana untuk dilayangkan.
Bandung utara lebih sedepa. Aku;Memandangi bayangan ketampananku pada air comberan dan astaga! Ternyata benar yg selama ini aku kira. Bahwasanya aku lebih kotor , kulitku lebih coklat, lebih hitam dari comberan itu.
Kota Lembang dingin yang bergelombang, lampu yang redup diantaranya dentung-dentung vespa dan batuk yang tua berpacu tanpa tenaga. Aku dan jutaan tanda tanya. Mungkinkah kau menangkap isyarat yang kuselipkan diantara ujung batang rokokku? Mungkin aku butuh diyakinkan, mungkin aku ingin kau datang memeluk atau membisikan "Jal, aku ini satu-satunya milikmu" atau aku butuh menatapmu lama dan kau mulai memaki "tampar lagi mukamu, Jal ! " Atau mungkin; entahlah..( Ya, sekali lagi kutegaskan bahwa kemungkinan itu selalu ada)
"Catatan harian orang gila"
Bandung, Â 15 November 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H