HUJAN DAN PEMBERONTAKAN
oleh ; St. Andrizaldi / Aq.filsafat /UIN-Bdg / 2012.
Hujan dalam pemberontakan,
diselokan sampah jadi massa
membudaya dibawah matahari purba.
Diatas selokan,
Dibawahnya anak-anak ikan pantau
menggerubuti tinja Terapung-apung
terhalang kulit pisang,
sampah plastik, botol-botol, kaleng’ cat
saling berjatuhan
dan kaus kaki busuk Dipepohonan,
disamping tiang listrik daun kering ,
ranting kering , bangkai kucing
Disisi jalan puntung rokok, cangkang kacang,
gelas plastik dan kertas berterbangan
dari trotoar dari beranda dari taman kota.
Didapur
kaleng sarden, tulang tulangnya menyatu
dgn sayuran, nasi2 sisa tadi malam
ikut hanyut bersama bangkai tikus dan
kotoran hewan yg kering
dari balik pintu Tersapu masuk parit ,
keselokan ,kebendungan.
Diatas selokan,dibawahnya
beberapa depa dari tapak kaki kita membentuk negara
berpenghuni ribuan massa
.Hujan yang turun perlahan
rintiknya mengisyaratkan perlawanan.
Dipintu bendungan
air makin tinggi didesak ribuan
sampah yang berontak.
Mulai berani
menciumi wajah bumi
mula-mula trotoar lalu tiang listrik, pepohonan ,
bangku taman, memasuki kantor lurah dan rumah-rumah.
Orang pindah keatap atap, berdiskusi,
memandangi, menunggu yang diatas sana
sang matahari purba menyurutkan air , meninggalkan jejak
tanah bercampur tinja menempel
didinding berwarna kuning
didapur penuh lumpur , di rak-rak piring ada
bangkai kucing,kaleng sarden, sayuran,
kaus kaki tersangkut di bawah lemari.
Semua sampah kembali dalam keadaan tak rapi .
Ranting kering, dedaunan memenuhi jalanan,
disampingnya tiang listrik,
kabel-kabel disambar pohon tumbang.
Dibawah matahari purba
orang2 turun berduyun.
Membersihkan rumah ,Membuang sampah, selokan masih sasaran
Begitu terus terulang kebiasaan
menjadi budaya tua
dibawah matahari purba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H