Mohon tunggu...
Sri Andriyani
Sri Andriyani Mohon Tunggu... -

Menyukai mengajar, Bagi saya Hidup adalah perjuangan. Siapa yang bisa berjuang dengan baik maka dialah pemenangnya. Menyukai tantangan dan perubahan yang baik..Saat ini mahasiswa S2 Prodi Penelitian & Evaluasi Pendidikan. Memiliki dua anak putra dan putri. Mencintai keluarga dan terus berusaha, berdo'a dan tawakal...!!!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ayo, Perbaiki Cara Mengajarmu!

28 Februari 2013   01:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:34 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendapat bahwa sekolah adalah tempat belajar dan guru adalah pengajar, memang tidak salah. Tetapi pendapat bahwa setamat sekolah, proses belajarpun selesai sudah, tentu kita tidak akan menyetujuinya. Sekolah hanyalah penyambung dari pendidikan di rumah, dan persiapan untuk “belajar” yang sebenarnya, di dalam masyarakat. Karena itulah salah satu penyebab utama dari kesalahan mendidik anak adalah banyaknya orangtua dan guru yang tidak menyadari dan mengetahui cara-cara mendidik anak yang patut.

Pendidikan Sekolah Dasar merupakan masa dimana anak didik mengalami masa yang paling kritis untuk mengembangkan kepercayaan dirinya bahwa mereka mampu untuk berkarya dan bereksplorasi. Seharusnya masa ini adalah masa dimana anak-anak paling antusias belajar dan berimajinasi, sehingga anak-anak dapat tumbuh dengan sikap ingin berkarya, bermotivasi tinggi, dan beretos kerja.

Kurikulum sistem lama telah dianggap  sebagai penyebab utama kegagalan dalam membentuk generasi yang cinta belajar sampai seumur hidup, karena system tersebut sangat membosankan bagi anak, tidak memberikan motivasi, bahkan dapat mematikan gairah belajar anak. Padahal, menurut seorang pakar pendidikan , Peter Kline, setiap manusia dianugerahkan insting (kecenderungan alami) untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses alami seperti halnya kita bernafas.

Sebagai pendidik, kita harus paham bahwa pendidikan yang patut adalah pendidikan yang sesuai dengan umur, perkembangan psikologis, serta kebutuhan spesifik anak. Jika guru tidak mempertimbangkan ketiga hal di atas dalam mendidik anak, maka anak akan merasa tidak nyaman berada dilingkungannya. Situasi tersebut dapat menyebabkan anak menderita stress, sakit, dan mengalami kegagalan di sekolah.

Sebagai contoh praktek pendidikan yang patut pada pelajaran matematika SD yaitu anak dikenalkan konsep menjumlah atau mengurang dengan menggunakan biji, stik, tusuk gigi, kancing dan sebagainya. Sementara praktek pendidikan yang tidak patut pada pelajaran matematika yaitu anak diberikan lembar kerja yang berupa angka tanpa diberikan benda konkritnya. Contoh lain, matematika dihubungkan dengan mata pelajaran lain atau pengalaman konkrit anak sehingga anak dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, contohnya 80 + 20 = 100  (Ayah membeli buah 80 buah apel untuk acara pengajian rumah. Ternyata ibu juga membeli 20 buah apel. Jadi jumlah apel dirumahku ada 100 buah). Pendidikan yang tidak patut misalnya matematika diajarkan sebagai mata pelajaran yang terpisah dengan mata pelajaran lain sehingga anak tidak dapat mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, contoh 80 + 20 = 100.

Pada pelajaran IPS, cara yang patut misalnya kegiatan pembelajaran memberi kesempatan pada anak untuk bereksplorasi dan berdiskusi, sedangkan cara yang tidak patut yaitu kegiatan pembelajaran berbentuk hafalan secara kognitif dan menyelesaikan LKS yang ada dalam buku penuntun IPS, anak diminta membaca wacana tentang PASAR kemudian pertanyaan seputar wacana.

Kegiatan IPA dirancang dalam bentuk percobaan dan eksplorasi. Ini adalah cara patut seorang guru dalam mengajarkan IPA. Bila anak hanya memperhatikan guru mendemonstrasikan percobaan, maka praktek pendidikan yang digunakan oleh guru tersebut adalah cara yang tidak patut.

Setelah kita pahami praktek pendidikan yang patut dan tidak patut pada Pendidikan SD ini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa seorang guru harus berusaha memberikan motivasi dengan memahami dunia dan mengembangkan kemampuan kompetensi mereka. Peran guru terutama pada pendidikan SD adalah dapat bekerjasama dan mendukung anak dalam mencapai tujuan bersama seperti dalam hal membaca, menulis, belajar tentang dunia, bereksplorasi dengan ilmu pengetahuan lainnya. Guru dalam pendidikan SD dapat membimbing anak secara individual untuk memahami berbagai alternatif yang dapat diberikan pada anak, kemajuannya, dan solusi untuk mengatasi permasalahannya. Sehingga guru siap menyambut kurikulum baru yang berbasis teknologi, informasi dan komunikasi. Guru tidak  hanya menggunakan LKS saja tapi harus lebih kreatif dengan mengintegrasikan setiap mata pelajaran yang diajarkan berbasis ICT.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun