Mohon tunggu...
Andriyana Lailissaum
Andriyana Lailissaum Mohon Tunggu... -

Hanya manusia biasa yang mencoba berjalan lurus, menuju kebenaran sejati dengan tetap berfikiran terbuka

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Belajar Islam dari Buku, Sesatkah ?

6 April 2016   17:31 Diperbarui: 14 April 2016   10:38 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber : http://tokobukuonline.web.id"][/caption]

 

Ada seseorang yang berkata “Jika kita belajar agama lewat buku maka akan lebih banyak salahnya daripada benarnya, belajar agama sebaiknya lewat ustad”. Menurut saya kalimat itu tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah. Semua dikembalikan kepada buku yang kita gunakan untuk belajar dan ustad yang kita jadikan guru untuk belajar. Jika kita belajar kitab Al-Umm karya Imam Syafii masih adakah yang akan berkata bahwa buku tersebut akan memberi kita banyak kesalahan dibandingkan dengan belajar dengan ustad yang bahkan Al-quran pun belum hafal, apalagi artinya dan tafsirnya. Jika Al-quran belum hafal maka bagimana akan menghafalkan sekian ribu hadis yang juga merupakan dasar dalam Beragama.

Harus kita sepakati bahwa Al-Quran dan hadis merupakan dasar dalam beragam Islam. Nabi Muhammad SAW adalah panutan dalam melaksanakan ibadah yang paling sesuai dengan syariat. Apakah ajaran yang disampaikan oleh guru kita sudah sama dengan yang diajarkan oleh nabi SAW ? Pernahkan kita mengkajinya ? bagaimana jika pada umur 62 tahun kita baru sadar jika ibadah yang selama ini kita lakukan lebih banyak salahnya daripada benarnya ? Untungnya kitab para Imam imam besar masih sampai kepada kita. Tentu kitab kitab tersebut dibuat berdasarkan Al-quran dan Hadis. Kepada Al-quran, hadis dan kitab kitab itulah kita bersandar.

Ada beberapa kitab/buku karya Imam imam besar seperti Imam Maliki, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nawawi dan lain sebagainya yang sampai kepada kita. Bahkan sudah tersaji dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa arab sebagai versi aslinya. Buku buku tersebut bisa dijumpai di toko toko buku muslim. Buku tersebut disajikan dalam wujud yang baru dengan tetap menjaga keaslian isinya. Beberapa buku ditambahkan dengan penjelasan akan setiap isi yang terkandung di dalamnya. Penjelasan tersebut merupakan upaya yang dilakukan oleh ulama ulama besar agar setiap orang bisa memahami buku tersebut dengan mudah. Bahkan tidak setiap isi memerlukan penjelasan, ada beberapa isi buku yang bisa dipahami dengan sangat mudah.

Keaslian buku ?

Buku buku yang telah diterbitkan bisa dibaca oleh siapapun, bahkan oleh ulama yang ada di Arab, India, Mesir dan lain sebagainya. Setiap orang bisa mengkritisi isinya. Apabila di dalamnya terdapat kepalsuan maka buku buku tersebut tidak akan bertahan lama di pasaran. Dari sini dapat kita pahami bahwa dalam buku buku tersebut lebih banyak benarnya daripada salahnya.

Berbeda jika kita belajar Islam dari mulut ke mulut. Konsep yang disampaikan oleh seseorang hanya dikoreksi oleh orang orang yang ada di lingkup wilayahnya saja. Para ahli yang berada di belahan dunia lain tidak mempunyai akses terhadapnya. Tentu berbeda jika konsep tersebut dituliskan dalam buku yang bisa diakses dan dikritik oleh siapapun.

Melalui metode "mulut ke mulut" itulah konsep sesat tentang Islam dapat disampaikan. Karena itulah para teroris yang mengaku sebagai ulama, ustad atau kiai menyampaikan ajaranya secara sembunyi sembunyi. Konsep yang disampaikan tidak dapat terkoreksi oleh ulama yang lain karena penyebaranya memang hanya dalam lingkup lokal. Tidak mungkin ada teroris yang mengajak orang dengan menulis buku, apalagi sampai membiarkan buku tersebut dikoreksi oleh banyak orang. Benar ?

Jikapun ada buku buku palsu yang sempat beredar maka umurnya tidak akan lama

Parahnya lagi murid teroris yang mengaku sebagai ulama atau ustad tersebut belajar dengan metode "kaca mata kuda". Sang murid belajar dari gurunya tanpa pernah mencari refrensi lainya. Bahkan sang murid tidak pernah mempertanyakan apakah konsep yang diajarkan gurunya sesuai dengan pemikiran Imam imam besar terdahulu. Ketidakmauan untuk belajar dengan pemikiran terbuka inilah yang menjadi permasalahan mengapa orang orang awam begitu mudah terpengaruh oleh konsep sesat para teroris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun