Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Celurit: Senjata Khas Madura yang Melegenda

5 Juli 2024   07:00 Diperbarui: 5 Juli 2024   07:10 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Madura, sebuah pulau di Jawa Timur, dikenal dengan kekayaan budaya yang unik dan beragam. Salah satu aspek budaya yang paling menonjol dari pulau ini adalah senjata tradisional yang dikenal sebagai celurit. Celurit bukan hanya sebuah alat, tetapi juga memiliki sejarah panjang dan makna mendalam bagi masyarakat Madura. Dalam artikel ini, kita akan membahas asal-usul celurit, kisah legendaris yang melibatkan senjata ini, serta makna dan simbolisme yang melekat padanya. Selain itu, kita akan melihat bagaimana celurit berperan dalam tradisi perkelahian yang disebut carok, dan mengapa senjata ini tetap penting dalam budaya Madura hingga hari ini. Melalui penjelajahan ini, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana celurit menjadi bagian integral dari identitas dan warisan budaya Madura.

Asal Usul Celurit

Celurit, yang sering disebut sebagai "clurit," adalah senjata yang relatif baru muncul di Madura. Jika kita melacak sejarahnya, pada masa kerajaan Madura di bawah pimpinan Prabu Cakraningrat (abad ke-12 M) dan Joko Tole (abad ke-14 M), celurit belum dikenal oleh masyarakat Madura saat itu. Pada periode tersebut, senjata yang umum digunakan dalam perang atau duel adalah pedang, keris, atau tombak. Bahkan istilah "carok," yang sekarang identik dengan duel menggunakan celurit, belum dikenal pada masa itu.

- Evolusi Senjata Tradisional

Pada masa kerajaan Madura, senjata sering kali digunakan lebih untuk tujuan seremonial dan sebagai lambang status sosial. Misalnya, keris memiliki makna simbolis yang dalam, selain fungsinya sebagai alat pertahanan diri. Namun, seiring berjalannya waktu dan perubahan kondisi sosial, kebutuhan akan senjata yang lebih praktis dan efisien meningkat, terutama di kalangan petani dan rakyat jelata. Mereka membutuhkan alat yang tidak hanya bisa digunakan untuk bertahan dari ancaman tetapi juga untuk kegiatan sehari-hari seperti bertani.

Dengan demikian, celurit mulai muncul sebagai solusi praktis. Bentuknya yang melengkung dan tajam sangat cocok untuk digunakan dalam berbagai kegiatan, dari memotong tanaman hingga pertahanan diri. Hal ini membuat celurit menjadi senjata yang populer dan akhirnya menjadi bagian integral dari budaya Madura.

Kisah Sakera dan Celurit

Munculnya celurit di Madura terkait erat dengan legenda Sakera, seorang tokoh yang terkenal sebagai pahlawan rakyat. Sakera adalah seorang mandor di pabrik tebu milik Belanda di Bangil, Pasuruan. Ia selalu membawa celurit, sebuah alat tajam berbentuk arit besar, yang kemudian menjadi ciri khasnya. Kisah Sakera ini sejalan dengan hasil penelitian yang mencatat bahwa antara tahun 1847-1849, keamanan di Pulau Madura sangat memprihatinkan karena hampir setiap hari terjadi kasus pembunuhan. Celurit diyakini muncul pada abad ke-18, dan kisah Sakera menjadi bagian penting dari narasi ini.

- Sakera: Pahlawan Rakyat

Sakera dikenal sebagai pahlawan rakyat yang berani melawan penjajahan dan penindasan. Dengan celuritnya, ia mempertahankan hak-hak rakyat kecil dan menentang ketidakadilan. Sakera sering kali dianggap sebagai pelindung rakyat jelata yang berani menentang kekuasaan Belanda yang menindas. Keberaniannya dalam melawan penindasan membuatnya menjadi simbol perlawanan bagi banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun