Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Zhu Rongji: Perdana Menteri Pemberantas Korupsi yang Mengubah Wajah Negeri Tiongkok

28 September 2023   07:00 Diperbarui: 28 September 2023   07:10 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zhu Rongji adalah salah satu tokoh politik Tiongkok yang paling berpengaruh dan dihormati dalam sejarah. Dia menjabat sebagai perdana menteri Tiongkok dari tahun 1998 hingga 2003, dan dikenal sebagai salah satu arsitek utama dari pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang luar biasa pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21. Dia juga terkenal dengan ketegasannya dalam memberantas korupsi di negaranya, yang merupakan salah satu masalah besar yang menghambat pembangunan dan stabilitas negara tersebut.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang kisah, karakter, dan prestasi Zhu Rongji sebagai pemimpin reformis Tiongkok, serta latar belakang, motivasi, dan dampak dari ucapan legendarisnya, yaitu: "Beri saya 100 peti mati, 99 akan saya gunakan untuk mengubur para koruptor, dan 1 untuk saya kalau saya melakukan tindakan korupsi."

Kisah Zhu Rongji

Zhu Rongji lahir pada tahun 1928 di Changsha, Hunan. Dia bergabung dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT) pada tahun 1949, pada tahun yang sama dengan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok. Dia bekerja di Komisi Perencanaan Negara antara tahun 1952 dan 1958, dan mengkritik kebijakan ekonomi Mao Zedong selama Kampanye Seratus Bunga pada tahun 1957. Akibatnya, dia dicap sebagai "kaum kanan" dan dikeluarkan dari PKT. Dia kemudian dikirim untuk bekerja di sebuah sekolah kader terpencil.

Zhu Rongji mendapat pengampunan pada tahun 1962, setelah kelaparan yang disebabkan oleh Lompatan Jauh ke Depan. Dia kembali ditugaskan di Komisi Perencanaan Negara. Namun, dia kembali dibersihkan selama Revolusi Kebudayaan, di mana dia dikirim untuk dididik ulang di sebuah Sekolah Kader Tujuh Mei.

Setelah kematian Mao Zedong pada tahun 1976 dan naiknya Deng Xiaoping sesudahnya, Zhu Rongji direhabilitasi secara politik dan diizinkan bergabung dengan PKT. Dia bekerja di Kementerian Minyak dari tahun 1976 hingga 1979, dan bergabung dengan Komisi Ekonomi Negara, penerus Komisi Perencanaan Negara, pada tahun 1979. Dia menjabat sebagai wakil menteri Komisi tersebut dari tahun 1983 hingga 1987.

Pada tahun 1988, dia menjadi wali kota Shanghai, di mana dia mengejar reformasi ekonomi. Dia bekerja sama dengan sekretaris PKT Shanghai Jiang Zemin, yang dia gantikan sebagai sekretaris PKT Shanghai pada tahun 1989, ketika Jiang dipromosikan menjadi sekretaris jenderal PKT. Zhu menjadi wakil perdana menteri pertama pada tahun 1993, melayani di bawah perdana menteri Li Peng, di mana dia mengejar reformasi ekonomi lebih lanjut. Dia lebih lanjut dipromosikan menjadi perdana menteri pada tahun 1998.

Karakter Zhu Rongji

Zhu Rongji dikenal sebagai seorang pemimpin yang tegas, berani, dan jujur. Dia tidak takut untuk mengkritik kebijakan-kebijakan yang tidak rasional atau tidak efektif, serta memberikan contoh dan teladan bagi para pejabat dan rakyat. Dia juga memiliki humor yang tajam dan karisma yang tinggi yang membuatnya disegani dan dicintai oleh banyak orang  .

Salah satu contoh dari karakter Zhu Rongji adalah ketika dia menghadapi krisis keuangan Asia pada tahun 1997-1998, yang melanda negara-negara tetangganya seperti Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan. Banyak orang yang menyarankan Zhu untuk menurunkan nilai tukar yuan, mata uang Tiongkok, untuk meningkatkan daya saing ekspor Tiongkok. Namun, Zhu menolak untuk melakukannya, dengan alasan bahwa hal itu akan merugikan perekonomian Tiongkok dan negara-negara lain. Dia mengatakan: "Jika kita menurunkan nilai tukar yuan, kita akan menyebabkan kekacauan di dunia. Kita tidak akan pernah melakukan hal itu." . Zhu berhasil menstabilkan nilai tukar yuan dengan mengikatnya ke dolar AS pada tahun 1994, dan membantu Tiongkok menghindari krisis keuangan Asia .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun