Saat kita mendengar tentang Cina, kita mungkin langsung terbayang dengan bangsa Han, yang merupakan etnis mayoritas di negeri tirai bambu tersebut. Namun, tahukah Anda bahwa sebelum bangsa Han mendominasi wilayah Cina Selatan dan Vietnam Utara, ada suku-suku lain yang lebih dulu mendiami daerah tersebut? Suku-suku tersebut adalah suku Baiyue, yang juga dikenal sebagai Seratus Yue atau Nanman. Suku Baiyue adalah penduduk asli yang memiliki kebudayaan yang berbeda dari bangsa Han, dan memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk kebudayaan Asia Tenggara. Siapakah suku Baiyue itu? Bagaimana sejarah, masyarakat, ekonomi, perang, dan warisan budaya mereka? Bagaimana pengaruh mereka terhadap kebudayaan Asia Tenggara? Mari kita simak penjelasannya dalam artikel ini!
Sejarah Suku Baiyue
Suku Baiyue adalah sebutan untuk berbagai kelompok etnis yang mendiami wilayah Cina Selatan dan Vietnam Utara pada milenium pertama SM dan milenium pertama Masehi. Wilayah tersebut dikenal sebagai Lingnan, yang berarti "selatan pegunungan". Lingnan memiliki iklim tropis, tanah subur, hutan lebat, sungai-sungai besar, dan pantai-pantai indah. Lingnan juga merupakan jalur perdagangan penting antara Cina dan Asia Tenggara.
Nama Baiyue pertama kali muncul dalam buku Lüshi Chunqiu yang disusun sekitar tahun 239 SM. Nama ini kemudian digunakan sebagai istilah kolektif untuk banyak populasi non-Huaxia / Han Tionghoa di Cina Selatan dan Vietnam Utara. Nama "Yue" masih digunakan untuk nama Vietnam modern, dalam nama-nama yang berkaitan dengan Zhejiang seperti opera Yue, bahasa Yue, dan singkatan untuk Guangdong.
Pada zaman Negara-negara Berperang (475-221 SM), kata "Yue" merujuk kepada negara Yue di Zhejiang. Negara Yue adalah salah satu negara paling kuat di China pada saat itu, yang dipimpin oleh raja-raja seperti Goujian dan Fuchai. Negara Yue berperang melawan negara Wu, Chu, Qi, dan Qin. Negara Yue juga memperluas wilayahnya ke selatan hingga mencapai Fujian dan Guangdong.
Kerajaan-kerajaan berikutnya dari Minyue di Fujian dan Nanyue di Guangdong sama-sama dianggap negara-negara Yue. Minyue didirikan oleh Zou Wuzhu, cucu dari raja Yue terakhir. Nanyue didirikan oleh Zhao Tuo, seorang jenderal Qin yang berkuasa di Nanhai (sekarang Vietnam Utara). Kerajaan-kerajaan ini kemudian ditaklukkan oleh Dinasti Han pada abad pertama SM.
Selama lebih dari seribu tahun berikutnya, wilayah Lingnan secara langsung dikuasai oleh berbagai dinasti Tionghoa, seperti Han, Wu, Jin, Sui, dan Tang. Namun, orang-orang Baiyue tetap mempertahankan identitas budaya dan bahasa mereka, serta melakukan beberapa pemberontakan melawan penjajah Tionghoa.
Pada abad ke-10 M, wilayah Lingnan terpecah menjadi beberapa kerajaan yang saling bersaing, seperti Wu Yue, Min, Chu, Nan Han, Jingnan, Qi Selatan, Liang Selatan, Han Selatan, Tang Selatan, Song Selatan (Nan Song), Yuan Selatan (Nan Yuan), Ming Selatan (Nan Ming), dan Qing Selatan (Nan Qing). Kerajaan-kerajaan ini berusaha mempertahankan kedaulatan dan budaya mereka dari ancaman Cina Utara atau asing.
Pada abad ke-19 M, wilayah Lingnan menjadi sasaran imperialisme Barat, yang memaksa Cina untuk membuka pelabuhan-pelabuhan dagang di Guangzhou, Xiamen, Fuzhou, Ningbo, dan Shanghai. Wilayah Lingnan juga menjadi pusat gerakan nasionalis dan revolusioner Cina, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Sun Yat-sen, Huang Xing, Chen Jiongming, dan Ye Ting.
Pada abad ke-20 M, wilayah Lingnan menjadi bagian dari Republik Cina  dan kemudian Republik Rakyat Cina . Wilayah Lingnan juga menjadi salah satu daerah paling maju dan modern di Cina , dengan kota-kota besar seperti Guangzhou, Shenzhen, Hong Kong, Macau, Xiamen, dan Fuzhou. Wilayah Lingnan juga menjadi jembatan penting antara Cina  dan Asia Tenggara.