Latar Belakang
Tato mengalami masa kelam di Indonesia pada era orde baru karena pada masa itu banyak orang yang bertato “hilang”. Tato sebagai simbol kriminal merupakan landasan pemikiran pemerintah pada waktu itu. Operasi Petrus (penembak misterius) pada tahun 1983-1984,preman yang dinyatakan pengganggu ketertiban nasional mengisyaratkan tato yang digunakannya membawa stigma yang mengerikan. Era orde baru ini kemudian membangun opini dimasyarakat terhadap dunia kriminalitas bahwa pelakunya memiliki tato. Peran media pada waktu itu juga berpengaruh membangun opini masyarakat, beberapa media cetak dan eletronik menyajikan berita dunia kriminal dan sengaja atau tidak pelakunya bertato, contoh : “7 Penjahat Jalanan Bertato Diringkus Polisi”. Padahal tidak semua orang yang bertato adalah penjahat.
Bila ditinjau lebih jauh Indonesia memiliki kebudayaan tato. Masyarakat tradisional Mentawai dan Dayak misalnya, menjadikan “tato” sebagai ragam makna dan fungsi. Ia memiliki pranata sosial-budaya yang meliputi ekonomi, kesehatan, kepercayaan, teknologi, keahlian, hingga sekedar hiasan pada tubuh. Fungsi tato sebagai jati diri suku menjadikannya kedudukan utama, karena dengan penatoan akan mengidentifikasi dan mengkomunikasikan batas wilayah kesukuan. Tidak hanya itu tato dipercaya sebagai sebuah kegiatan sakral yang dihubungkan dengan berbagai aspek kebudayaan.
Setelah runtuhnya orde baru dan memasuki era reformasi kini tato menjadi tren dengan meningkatnya pengguna dan penggemarnya. Terlepas dari baik buruk pandangan masyarakat, tato menjadi budaya populer masyarakat terutama kaum muda. Terbukti beberapa entertainer, model, dan para selebritis mulai membuat ciri khas dirinya melalui tato. Tato yang pada awalnya merupakan wujud jati diri beralih menjadi pelengkap gaya hidup secara tidak langsung membuat image masyarakat mengenai tato menjadi lebih baik dan tidak dipandang sebagai hal yang negatif lagi.
Pembahasan Permasalahan
Pengertian Tato dan Budaya Populer
Tato
Istilah tato di berbagai belahan dunia hampir sama diantaranya adalah tatoage, tatouge, tatorwier, tatuaggio, tatuar, tatuaje, tattoos, tattueringar, tatuagensdantatu.
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia, tato adalah gambar (lukisan) pada kulit tubuh. Sedangkan menato adalah melukis pada kulit tubuh dengan cara menusuk kulit dengan jarum halus kemudian memasukkan zat warna kedalam tusukan tersebut.[1]
Budaya Populer
Secara sederhana budaya populer lebih sering disebut budaya pop. Budaya pop merupakan fenomena yang menyangkut apapun yang terjadi disekeliling kita setiap hari. Populer itu sendiri merupakan segala sesuatu yang diterima, disukai atau disetujui oleh masyarakat. Sedangkan budaya adalah pola yang merupakan kesatuan dari pengetahuan, kepercayaan, serta kebiasaan yang tergantung kemampuan manusia untuk belajar dan menyebarkan ke generasi selanjutnya. Salah satu penyebab diterimanya budaya pop dikalangan anak muda karena dapat mewadahi kebebasan berekspresi, sebagaimana yang dikatakan oleh Chamberlain bahwa “...satu-satunya bentuk kebudayaan yang masih diperdulikan oleh kaum muda.. yang mau menerima ide-ide radikal, yang banyak berperan penting dalam berperilaku sosial... Untuk generasi muda, segalanya mengalir lewat musik punk dan rock and roll seperti fesyen, bahasa gaul, perilaku seksual, mabuk, dan gaya (Chamberlain, 1995:1 via John Storey 2000).
Tato Dalam Masyarakat Indonesia
Sesungguhnya Indonesia telah mengenal tato pada awal masuknya masehi, dapat dilihat dari berbagai dekorasi penggambaran figur manusia yang terdapat pada beberapa kendi tanah liat dan perunggu di beberapa kepulauan Indonesia. Sementara peralatan penatoan berupa berbagai jarum dari tulang hewan mamalia yang ditemukan di berbagai gua di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.[2]
Masyarakat Mentawai yang terletak di sebelah Barat Sumatera Barat memiliki tradisi pada saat usia remaja, laki-laki maupun perempuan menjalani upacara inisiasi dan mereka mengadakan pesta besar kemudian tubuh si anak ditato oleh sipatiti seorang ahli tato. Derajat seseorang juga dapat dilihat dari tato di tubuhnya karena tato pada masyarakat Mentawai menunjukkan kesukuan seseorang, berapa jumlah keluarga, dan prestasi yang telah dicapai.
Selain itu tato juga terdapat pada suku Dayak. Tato merupakan simbol masyarakat Dayak dalam ikatan pertalian yang tidak terpisahkan sampai ajal menjemput. Merupakan unsur yang dapat menyelamatkan manusia ketika kematian menjelang. Tato dalam suku Dayak mempunyai kesan jantan, kuat, berani, dan erat kaitanya dengan unsur kepercayaan. Dipercaya dapat memperoleh keselamatan, kerukunan keluarga dan masyarakat.
Di Bali, tato dikenal dengan istilah mencocoh.Kulit tubuh di rajah menggunakan tinta berwarna hitam. Pada masa itu tato di Bali hanya di gunakan oleh kaum elit seperti dukun, penguasa dan agamawan. Karena tato di masyarakat Bali dianggap hanya sesuai bagi mereka yang dianggap dekat dengan Dewa.
Tato Pada Masa Orde Baru
Pada masa era orde baru tato mengalami masa kelam. Karena pada waktu itu orang yang bertato dianggap sebagai kriminal dan “hilang” tanpa jejak secara misterius. Biasanya mayat yang dianggap preman ini dibuang begitu saja di perempatan, pinggir jalan, maupun pos kamling. Persepsi tato sebagai simbol kriminalitas merupakan landasan pemikiran pemerintah pada waktu itu. Demi keamanan nasional serta ketertiban masyarakat maka orang yang bertato kemudian dihilangkan karena mengganggu ketertiban masyarakat. Operasi Petrus tahun 1983-1984 menimbulkan asumsi pada masyarakat bahwa ketika terjadi insiden petrus, tato berperan sebagai preman yang dianggap dapat mengganggu ketertiban masyarakat mengisyaratkan tato yang digunakannya membawa stigma nasional yang mengerikan. Isyarat tato merujuk pada nilai-nilai kejahatan, kriminalitas, dan kegiatan buruk yang memiliki imbas sampai sekarang.
Setelah orde baru memasuki era reformasi, kebebasan berekspresi mengucur deras di berbagai bidang. Tidak bisa dipungkiri tato menjadi bagian gaya hidup masyarakat perkotaan terutama kaum muda.
Tato Sebagai Budaya Populer
Budaya masa ini dikonsumsi dan menempel pada berbagai aliran yang dianut kalangan anak muda, punk dan musikus rock misalnya selalu identik dengan tato. Hal ini menunjukkan bahwa tato merupakan komoditas yang melingkupi berbagai kalangan/ aktivis yang berkaitan dengan jiwa muda. Tato merupakan budaya populer, karena dilakukan oleh kalangan anak muda, terasa menyenangkan dan disukai banyak orang. Dahulu memang tato digunakan untuk orang yang hendak menjadi dewasa, dengan melalui proses ritual dan sebagainya.
Maka kini tato menjadi konsumsi banyak kalangan tanpa memasuki keadaan tertentu dengan tato sebagai simbolnya. Tato bagi kaum muda dianggap atraktif, dinamis, sesuai dengan jiwa muda yang penuh semangat, kreatif meledak-ledak melihat tatanan sosial kultural masyarakat yang mengikat kebebasan dan terasa monoton. Remaja menganggap fesyen (tato), aliran musik, hingga bahasa dapat dianggap sebagai usaha memenangkan ruang kultural melawan kebudayaan yang dianut orang tua dan kebudayaan yang berlaku di masyarakat umum. Hal tersebut merupakan bukti penguat tato dari tradisi menjelma dengan budaya tinggi (high culture), menuju budaya pop (pop culture).[3]
Kesimpulan
Beberapa suku di Indonesia seperti suku Mentawai, Dayak dan Bali menggunakan tato sebagai simbol derajat, kesukuan, jumlah keluarga, keselamatan, kerukunan dan lain sebagainya. Tato yang merupakan warisan budaya tradisional Indonesia dipercaya terkait dengan hal spiritual dan magis. Pembuatan tato pada masa itu masih menggunakan alat tradisional sederhana berupa jarum dari tulang hewan mamalia dan benda yang ada disekitar lingkungan suku.
Pada masa orde baru tato mengalami perubahan makna menjadi negatif, karena dianggap identik dengan kriminal. Sehingga untuk menjaga keamanan nasional maka pemerintah Indonesia menghilangkan orang-orang yang bertato. Ketika masa orde baru runtuh maka kebebasan berekspresi membuat tato seakan lahir kembali dan menjadi budaya populer.
Budaya populer yang lebih dinamis menjadi magnet baru bagi masyarakat khususnya kaum muda untuk berekspresi melalui Tato. Tato dianggap sebagai seni merajah tubuh dengan berbagai maksud yang terkandung didalamnya. Tato dianggap atraktif, dinamis, sesuai dengan jiwa muda yang penuh semangat dan ide kratifitas. Hingga pada akhirnya tato saat ini dapat diterima dimasyarakat sebagai suatu wujud ekspresi diri pemiliknya.
Daftar Pustaka
Berman, David B. do good design.Berkeley, California, January 2009
Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya:Apollo Lestari,1998)
H. Ginanti K. Timbangnya Sebuah Aspek Kebudayaan Mentawai: Tato,Pulau Siberut. Jakarta. Bhratara. 1985
Indrayana, Andika. Tato Sebagai Budaya Kontemporer. Sebuah Wawancara. 25 June 2014.
https://andikaindrayana.wordpress.com/
Maryanto, M. Dwi dan Syamsul Barry. Tato. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, 2000
Olong, Hatib A.K. Tato.Bantul: PT. LKiS Pelangi Aksa, 2006
[1] Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya:Apollo Lestari,1998), h. 551
[2] Sumijati Atmosudiro, Anggraeni, dan Tular Sudarmadi, (ed.), Jejak-Jejak Budaya, (1999), hlm. 139-154, dalam Olong (2006). Tato. Yogyakarta: PT LkiS Yogyakarta.
[3] Olong, Hatib A.K. (2006). Tato. Yogyakarta: PT. LKiS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H