Â
Bapak tidak cocok menjadi Presiden. Terlalu loyo, kerempeng, tidak gagah, tidak ganteng, tak ada potongan pemimpin negara secuilpun Muka Bapak tuh culun, ndeso, cocoknya jadi pelawak.Â
Pak, Saya cuma mau bilang
Bapak tidak tegas. Cuma Presiden boneka, cuma petugas partai, takut pada ibu Ratu. Bermodal popularitas, Pencitraan. Pemimpin sekelas walikota ko maksa jadi presiden. Bisa hancur negeri ini kalau Bapak jadi presiden.Â
Bapak cuma lulusan dalam negeri, Universitas lokal. Tidak seperti pejabat-pejabat yang lain, Gelar S1 sampai S3 dari luar negeri berderet. Pendidikan Bapak kurang prestige
Bahasa inggris Bapak pas-pasan, sampai-sampai ada yang malu punya presiden seperti Bapak dan tidak mau melihat foto bapak saat ambil raport anaknya tiap tahun nantiÂ
Pak, saya cuma mau bilang
Itu adalah hal-hal yang sering diteriakan banyak orang saat pilpres bahkan sampai sekarang. Semua hinaan itu adalah kebencian yang mencabik-cabik hati nurani masyarakat. Fitnah dan kebencian menjadi santapan rakyat sehari-hari.Â
Facebook, Twiter, Path, Kompasiana, Broadcast message, bahkan di tabloid dan surat kabar. Rakyat dijejalkan dengan bibit-bibit permusuhan serta kebencian. Orang – orang dibuat gila, dibuat lupa akan esensi dari berdemokratis. Demi kekuasaan, kelaparan dan ketidakmakmuran rakyat banyak dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu.Â
Pak, saya cuma mau bilang