Permasalahan kasus plagiat akhir-akhir ini menjadi sebuah isu yang hangat di Sumatera Utara. Kasus yang melibatkan DR Muryanto Amin tentu menimbulkan tanda tanya yang cukup besar bagi seluruh masyarakat Sumatera Utara, Karena beliau  adalah Rektor terpilih Universitas Sumatera Utara.Â
USU sendiri adalah salah satu universitas terbesar di pulau Sumatera dan platform dunia pendidikan di Provinsi Sumut. Permasalahan tindakan plagiat tentu menjadi sebuah hal yang sangat sensisitif dan menyangkut nama baik seorang pendidik. Bagaimana mungkin Universitas terbaik di Sumatera Utara ini dipimpin seorang plagiat?Â
Isu ini terus berkembang dan sayangnya kebanyakan orang terjebak dengan label yang sengaja diciptakan oleh beberapa pihak yang mungkin saja tidak sejalan dengan Bapak Muryanto. Yang menjadi pertanyaan bagi saya tentu sangat sederhana kenapa isu plagiat ini berkembang setelah Muryanto terpilih sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara? Bukankah ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam proses pemilihan Rektor USU?
Ketua Panitia Penjaringan Rektor USU, Prof dr Guslihan Dasa Tjipta mengatakan, proses pemilihan akan dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu Tahapan Penjaringan, Penyaringan dan Pemilihan.Tahapan penjaringan dilaksanakan mulai pada 10 hingga 24 November 2020. Tahapan penjaringan meliputi pendaftaran, pengembalian formulir, seleksi administrasi, pengumuman calon yang lulus administrasi, dan audisi.Untuk tahap penyaringan berlangsung pada 26 November 2020, dan kegiatan ini dilaksanakan oleh Senat Akademik USU."Untuk tahapan pemilihan dilaksanakan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) USU dijadwalkan pada 3 Desember 2020," katanya dilansir dari Antara, Selasa (10/11/2020).
Seharusnya isu plagiat ini dapat ditangkap oleh panitia pada proses pertama dan kedua sebelum Bapak Muryanto mengikuti tahapan pemilihan yang dilaksanakan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) USU. pada tahapan pertama ada seleksi administrasi  yang dilakukan dengan sangat ketat menyangkup kredibilitas seorang Muryanto, kemudian masuk pada tahapan penjaringan yang dilaksanakan oleh senat Akademik USU.
Senat akademik usu sendiri  terdiri dari 101 orang tenaga pendidik yang sangat berpengalaman akan  riset ataupun karya ilmiah  dibidangnya masing-masing. Senat Akademik (S.A.) adalah badan normatif tertinggi Universitas yang mempunyai fungsi dalam kebijakan dan pengawasan Universitas dalam bidang akademik. Keanggotaan S.A. terdiri dari (1) Wakil Guru Besar (WGB), (2) Wakil Dosen bukan Guru Besar (WDBGB), (3) Rektor dan Wakil Rektor, (4) Dekan dan Direktur Sekolah Pascasarjana (usu.ac.id).
Para senat akademik ini lah yang kemudian melakukan proses penjaringan calon rektor, untuk kemudian masuk pada tahapan ketiga yaitu tahapan pemilihan yang dilaksanakan oleh Majelis Wali Amanat.Â
Anehnya setelah memenangkan pemilihan Rektor USU, Muryanto pun diserang dengan isu self plagiat. Muryanto dinyatakan memplagiat karya ilmiahnya sendiri yang berjudul 'A New Patronage Network of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatera' yang dipublikasikan pada jurnal Man in India. Karya tersebut dinilai plagiat dari karya Muryanto sendiri yang dalam bahasa Indonesia berjudul 'Relasi Jaringan Organisasi Pemuda dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara'. (detik.com)
Ketika kasus self plagiat ini terkuak maka hal yang perlu dipertanyakan adalah pada proses kedua, dimana bapak Muryanto berhadapan dengan 101 anggota Senat Akademik yang seharusnya mempelajari seluruh profil beliau, baik itu kinerja hingga seluruh karya ilmiah ataupun riset-riset yang telah beliau lakukan. Jika memang self plagiat memang sesuatu hal yang terlarang dan ada aturannya maka Muryanto seharusnya digugurkan  ditahap kedua. (Bahasa Pertaniannya Gak Mantap pun ospek Kalian)
Didalam KBBI plagiat/pla*gi*at/ n pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakanÂ