Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang dihasilkan dari Pemilu diharapkan menjadi pemerintahan yang mendapat legitimasi yang kuat dan amanah. Sehingga, diperlukan upaya dan seluruh komponen bangsa untuk menjaga kualitas Pemilu. Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, semangat Pemilu itu dapat terwujud apabila seluruh komponen bangsa saling bangsa saling bahu-membahu mendukung pelaksanaan Pemilu sesuai aturan perundang-undangan dan penghormatan hak-hak politik setiap warga Negara. “Upaya memperbaiki kualitas pelaksanaan Pemilu merupakan bagian dari proses penguatan demokrasi serta upaya mewujudkan tata pemerintahan yang efektif dan efisien,”kata Mendagri. Suksesnya Pemilu, kata Mendagri, bukan hanya bersandar pada integritas penyelenggaraan Pemilu dan peserta Pemilu semata. Namun, harus didukung pula oleh seluruh pemengku kepentingan Pemilu demi terciptanya sinergitas yang kuat dan saling berkesinambungan. Terlebih, Pasal 126 UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu diatur bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitasi penyelenggaraan Pemilu. Oleh karena itu, persamaan persepsi antar pemangku kepentingan Pemilu dalam upaya mewujudkan Pemilu yang demokratis, mutlak diperlukan. Salah satu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan Pemilu di Tanah air dewasa ini adalah menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu. Kondisi itu setidaknya dapat terlihat dari beberapa hasil pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) sebelumnya, yaitu Pemilu 1999 dengan tingkat partisipasi politik masyarakat mencapai 92,74 persen, Pemilu 2004 dengan 84,07 persen, dan Pemilu 2009 dengan tingkat partisipasi masyarakat sebesar 71 persen.
Fenomena menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu itu setidaknya juga dapat tergambarnya dari pelaksanaaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada tahun 2013. Setidaknya, angka partisipasi politik masyarakat dalam Pilkada berkisar antara 50-70 persen. Sinergitas dari seluruh pemangku kepentingan Pemilu sangatlah diharapkan. Terutama, dalam rangka memberikan sosialisasi yang tepat kepada masyarakat tentang arti pentingnya Pemilu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kita tentu berharap partisipasi politik masyarakat akan tetap tinggi pada Pemilu 2014, baik secara kuantitas maupun kualitas,” kata Mendagri. Tantangan lain yang perlu dipecahkan berbagai pihak, kata Mendagri, terkait kesadaran politik masyarakat menuju terbentuknya pemilih yang cerdas. Melalui pemilih yang cerdas diharapkan akan terpilih pula wakil-wakil rakyat yang berintegritas dan berkualitas tinggi. Hari pemungutan suara Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, telah ditetapkan pada 9 April 2014. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya juga telah menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. “Dengan telah ditetapkannya DCT, maka masyarakat dapat segera mengenali calon wakil-wakilnya untuk ditimang dan diputuskan siapa calon terbaik yang akan dicoblos pada 9 April nanti,”tutur Mendagri. Direktur Jenderal (Dirjen) Kesatuan Bangsa dan Politih (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) A. Tanribali Lamo mengatakan, menjaga iklim daerah yang tetap kondusif menjelang Pemilu 2014, mutlak diperlukan. Mengingat, iklim daerah yang kondusif akan dapat menjamin masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya secara demokratis. Pada tahun 2013, Kemendagri mencatat ada sebanyak 106 Pilkada yang terdiri dari 14 Provinsi, 69 Kabupaten, dan 23 kota. Berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan Pilkada, tidak sedikit yang berdampak pada terjadinya konflik sebagai wujud ketidakpuasan terhadap hasil Pilkada maupun pelaksanaan tahapan Pilkada yang tidak konsisten serta akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Di sisi lain, lanjut Tanribali Lamo, kondisi sosial politik nasional saat ini dihadapkan pada persoalan peningkatan eskalasi konflik sosial dan politik. Kondisi ini secara langsung berdampak pada terganggunya kelangsungan pembangunan nasional serta menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat di sejumlah daerah.
Pusat Komunikasi dan Informasi (Puskomin) Kemendagri mencatat pada 2010 terjadi 93 peristiwa konflik. Pada tahun 2011 terjadi peristiwa konflik, tahun 2012 terjadi 128 peristiwa konflik, dan tahun 2013 hingga awal September tercatat peristiwa konflik. Persoalan ancaman aksi terorisme, kata Tanribali Lamo, juga menjadi persoalan yang perlu dicermati bersama. Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 65 kali ancaman terror, 30 kali diantaranya adalah ledakan bom, serta telah terjadi penangkapan terhadap 55 orang. “Diperlukan sinergitas dari seluruh pemangku kepentingan Pemilu, khususnya dalam menciptakan iklim daerah yang kondusif sehingga masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya secara demokratis,” kata Tanribali Lamo. Terpisah, Kasubdit Fasilitasi Pemilu Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Cecep Agus Supriyatna mengatakan, menurutnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu memang perlu mendapatkan perhatian serius seluruh kalangan. Apakah menurunnya tingkat partisipasi itu disebabkan oleh menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik (parpol), atau mungkin disebabkan karena tidak adanya calon pemimpin yang sesuai dengan keinginan rakyat, atau memang karena masyarakat sudah beranggapan bahwa Pemilu saat ini bukanlah hal yang penting. Di sisi lain, perlu diantisipasi pula potensi konflik yang ada di tengah-tengah masyarakat sepanjang penyelenggaraan Pemilu. Mengingat, seringkali terjadinya konflik di sejumlah daerah sepanjang pelaksanaan Pilkada, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Jika berbagai kondisi itu tidak disikapi secara baik, maka berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. “Pemilu memakan dana yang cukup besar. Semestinya, hasil dari pemilu juga menjadi lebih baik,” harapnya. Sementara, Ketua KPU Husni Manik mengatakan, ada empat indicator yang menentukan kesuksesan Pemilu 2014, yakni sukses dalam penyelenggaraan teknis kepemiluan, penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, partisipasi masyarakat yang meningkat, dan kualitas pemilu yang lebih baik. Untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan kerjasama dengan semua komponen bangsa, baik para penyelenggara pemilu, peserta pemilu, pemerintah, maupun masyarakat. “Dengan waktu yang tersisa menuju 2014, diharapkan Pemilu 2014 lebih baik dibandingkan Pemilu 2009,” ujarnya .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H