Hari Rabu, tanggal 17 Juni 2015. Penulis mempunyai jadwal shooting sebagai extras atau figuran di sebuah rumah produksi. Ya untuk bertahan hidup di Jakarta semua usaha dilakukan, mencari uang untuk makan sehari-hari.
Menjadi figuran dalam sebuah produksi sinetron, ftv, bahkan menjadi penonton bayaran. Dengan upah mulai 25 ribu hingga 100 ribu, per hari.
Tergantung apakah kita mendapatkan dialog atau peran atau hanya numpang lewat menjadi warga, background, yang dihargai lebih murah.
Menjadi extras dalam produksi sinetron atau ftv hingga film layar lebar memang kenyataannya sangat menyakitkan. Kita diwajibkan datang lagi lagi walaupun shootingnya baru mulai tengah hari bahkan sore hingga malam. Extras juga tidak disediakan tempat berteduh, hingga macam gembel, gelandangan, membawa tikar untuk istirahat menanti panggilan take jika dibutuhkan.
Bisa diemper jalan, emper rumah, kepanasan, resiko hujan, banyak nyamuk, DLL...
Picingan sebelah mata dari awak produksi juga seringkali dialami, hingga beberapa kasus pelecehan karena menganggap extras adalah kaum dhuafa yang tidak penting. Begitupun agency yang merekrut extraas, mereka main potong uang honor seenaknya hingga yang mestinya extras berhak mendapat 150 ribu, kenyataannya dipotong cuma mendapat 50 ribu.
Makanan pun seadanya, disediakan kopi dan teh serta gula yang segera habis dalam 10 menit, selanjutnya extras harus cari-cari minum sendiri. Membeli di warung terdekat.
Penulis menjadi extraas untuk menyalurkan bakat seni juga untuk mencari nafkah yang halal. Bebas riba, bebas birokrasi, bebas pajak, bebas Judi. Halal.
Tetapi hari ini tidak selancar biasanya. Penulis pagi-pagi sudah berangkat menuju lokasi shooting di Jalan Warung Sila, gang Berkah, rumah Pak Musa, Ciganjur, Jakarta Selatan.
Semalam mendapat callingan dari teman yang disuruh agency cari kawan lain untuk shooting warga. Ya, upah kawan ajak teman lain biasanya 5000 Perak per orang. Lumayan.
Sesampai di lokasi yang diawali dengan putar-putar jalanan Karena tempatnya sulit dicari, akhirnya sampai. Penulis segera berinisiatif mencari teman yang berinisial G untuk absen hadir, keliling kesana kemarin tidak bertemu, akhirnya penulis menanyakan pada salah satu awak produksi, ditunjukkan di rumah bagian belakang, segera penulis menuju ke tempat yang dimaksud.
Karena kondisi penulis sedang flu dan batuk -batuk maka penulis mengeluarkan dahak yang kebetulan penulis lakukan dipojok jalan. Ternyata Ada satu awak produksi bernama Tobali yang marah-marah Dan berteriak pada penulis, penulis pun heran dan meminta maaf jika sewaktu mengeluarkan dahak dianggap tidak sopan, padahal jarak antara penulis dan awak tersebut jauh.
Dan awak produksi bernama Tobali tersebut menghampiri penulis, sambil berteriak teriak mengatakan anjing, pada penulis, kemudian Tobali sambil memegang puntung rokok menyerang penulis dan bermaksud memukul muka penulis hingga satu bogem melayang ke pelipis Kiri. Untung segera dipisah, tapi percikan api rokok dari awak produksi tersebut mengenai tangan penulis, tidak terima dengan kejadian tersebut penulis segera melaporkan Tobali ke kantor polisi terdekat. Yaitu di Polsek Ciganjur. Dengan diantar petugas polisi berinisial AH dan S.
Dan juga untuk menghindari penulis dikeroyok oleh awak produksi teman temannya.
Sayangnya pukulan Tobali tersebut tidak mengenai hidung yang bisa keluarkan darah untuk bisa divisum. Sehingga penulis sudah untuk menuntut walau pelipis kiri lebam terkena pukulan. Polisi pun hanya mengantar penulis untuk mengambil motor. Akhirnya hari ini gagal jadi extras.
Gagal dapat uang. Ya semoga Tuhan memberikan rezeki dilain tempat, Amin... Yang menjadi masalah adalah bahwa para awak rumah produksi itu rame-rame menghardik penulis, dibantu pemilik rumah yang sudah disewa Dan juga ketua rtnya. Dengan kata-kata menghardik, seperti psikopat, memutar balikkan fakta, bahwa penulis yang dahulu diserang dan dipukul. Mereka behkan menuduh penulis masuk kampung orang tanpa ijin dan berbuat tidak sopan. Apa buktinya?