Perspektif mengenai pembangunan telah bergeser sejak awal dekade 1990-an. Bila terma pembangunan sebelumnya diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, sekarang konsep itu perlahan mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pembangunan yang berpusat pada manusia.
Konsep ini menempatkan manusia sebagai jantung dan tujuan dari pembangunan itu sendiri. Sebagaimana pembukaan United National Development Programme (UNDP) dalam 'Human Development Report' tahun 1990 yang menyebutkan bahwa "manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya".
Pergeseran konsep tersebut berkonsekuensi pada cara pengukuran kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konsep pembangunan klasik, komponen perdagangan, investasi, dan teknologi dianggap merupakan hal yang esensial. Sedangkan aspek manusia hanya dilihat sebagai alat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, bukan sebagai tujuan dari pembangunan itu sendiri. Â
Sedangkan dengan adanya perubahan paradigma seperti di atas, maka upaya mengukur kemajuan pembangunan sekarang lebih fokus pada sisi kualitas kehidupan manusianya. Pembangunan manusia di sini berarti suatu perubahan positif pada manusia seutuhnya, fokus pada masyarakat dan kesejahteraannya, serta menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari segala macam pembangunan.
Untuk mengukur itu, UNDP menciptakan sebuah instrumen yang dinamakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indonesia sudah mengadopsi IPM untuk mengukur capaian pembangunan sejak tahun 1996. Dan, dalam sepuluh tahun terakhir, pembangunan manusia di Indonesia terus membaik, lebih-lebih pada 4 tahun belakangan ini.
Perbaikan kualitas ini terekam dalam meningkatnya IPM dalam 4 tahun ini. Terbukti dari skor IPM Indonesia yang terus meningkat dari poin 68,90 di 2014 menjadi 70,81 pada 2017. Dengan angka seperti itu, maka Indonesia kini termasuk negara dengan status 'high human development countries' di dunia.
Angka pada IPM digunakan untuk menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM sendiri diukur oleh tiga dimensi, yakni pendidikan, kesehatan, dan standar hidup layak. Semakin tinggi nilai IPM bisa diartikan dengan semakin membaiknya kualitas kehidupan manusia di suatu negara.
Nah, membaiknya kualitas kehidupan manusia di Indonesia itu tak terlepas dari berbagai usaha pemerintah untuk memperbaiki tiga dimensi dasar tersebut, yakni di bidang pendidikan, kesehatan, dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Di bidang kesehatan, pemerintah memiliki fokus pada pembangunan manusia Indonesia yang sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan perlindungan sosial bagi warga tidak mampu melalui peningkatan penerima bantuan iuran JKN.
Seperti diketahui, Penerima Bantuan Iuran JKN terus naik dari 86,4 juta jiwa pada 2014 menjadi 92,4 juta jiwa pada Mei 2018. Sementara jumlah peserta BPJS Kesehatan hingga 1 Agustus 2018, total peserta mencapai 200,28 juta jiwa. Singkatnya, semakin banyak masyarakat yang terlindungi dari sisi kesehatan.
Hal itu diikuti dengan penambahan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dimana hingga Agustus 2018 telah mencapai 22.467 unit, dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) hingga mencapai 2.196 unit.