Kondisi geografis Indonesia yang bergunung dan berpulau-pulau menyebabkan infrastruktur terbangun dengan tidak merata. Apalagi ditambah dengan minimnya political will dari pemerintah untuk merealisasikan pemerataan pembangunan.
Kenyataan yang sudah bertahan selama puluhan tahun itu menyebabkan terhambatnya rantai pasok Bahan Bakar Minyak (BBM). Alhasil, banyak masyarakat di luar Pulau Jawa yang harus membeli BBM dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pulau lain, semisal Pulau Jawa.
Dengan mahalnya harga BBM, sejumlah harga komoditas naik tak terkira. Misalnya, harga semen di Papua bisa mencapai Rp. 2 juta per sak. Ini tentu saja tak logis, bila kita sandingkan dengan narasi kesatuan dalam NKRI. Kondisi yang timpang ini, tentu saja, tidak sesuai dengan sila kelima dari ideologi bangsa Indonesia, Pancasila.
Jokowi sendiri mengakui bahwa selama ini Papua sering dijadikan contoh daerah yang mengalami perbedaan harga BBM. Ternyata, selain di Papua banyak daerah lainnya yang juga mengalami hal serupa. Seperti di Kalimantan dan Sulawesi misalnya.
"Di daerah perbatasan Kapuas Hulu harganya bisa Rp 40 ribu per liter. Kalau tidak percaya silakan datang ke Kecamatan Puring Kencana, Kabupaten Kapuas Hulu," kata Jokowi kala meresmikan 'BBM Satu Harga' di Pontianak, Kalimantan Barat.
Parahnya, kondisi ini selalu luput dari perhatian pemerintah. Ini yang kemudian melatar belakangi program BBM Satu Harga yang diinisiasi oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kebijakan BBM Satu Harga ditujukan untuk menyeragamkan harga jual resmi BBM sebesar Rp 6.450 per liter premium dan Rp 5.150 per liter solar di beberapa daerah pelosok Indonesia. Tujuannya adalah demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Awalnya, tentu saja banyak yang mencibir. Tetapi langkah setengah nekat ini ternyata jawaban yang ampuh terhadap permasalahan tersebut.
"Bahwa kebijakan ini sekilas memang terlalu sulit untuk dijalankan. Apalagi melihat biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalankan kebijakan itu. (Kemudian) saya perintahkan kepada Menteri BUMN dan ESDM menghitung berapa sebetulnya biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Ternyata kurang lebih Rp 800 miliar. Dulu subsidi BBM bisa Rp 300 triliun diberikan, ini kenapa Rp 1 triliun tidak diberikan? Itu sebabnya saya putuskan mengapa BBM Satu Harga itu harus!" tegas Jokowi.
Sejak diresmikan pada tahun 2016 lalu, PT Pertamina (Persero) telah merealisasikan Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga di 77 titik, meliputi 54 titik yang telah beroperasi pada 2017 dan 23 titik yang beroperasi sejak Januari hingga awal September 2018.
Dengan adanya program tersebut, sejumlah komoditas di wilayah 3T telah turun harganya. Misalnya, harga semen di Wamena, Papua, yang semula Rp500.000 per sak, kini bisa dinikmati konsumen dengan harga Rp300.000 per sak atau mengalami penurunan harga sebesar 40%.