Pemerintah akhirnya meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang sudah diperbaharui isinya. Paket kebijakan tersebut berisikan tentang relaksasi kebijakan untuk ketahanan ekonomi nasional.
Peluncuran tersebut diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Gubernur BI Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, serta Perwakilan OJK Nurhaida di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (16/11).
Sebagaimana diketahui, paket kebijakan XVI sebenarnya pernah dikeluarkan pada Agustus 2017 lalu. Kali ini, pemerintah berusaha menyempurnakan paket kebijakan tersebut. Hal itu sebagaimana pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution.
"Kita mengumumkan paket deregulasi nomornya 16. tentu anda akan tanya sepertinya paket 16 sudah, sebenarnya ada dua yang tak pernah kita sebut paket. Pertama waktu relaksasi cross border perdagangan, kemudian OSS, kita tak sebut paket karena dia lebih banyak merupakan operasional pelaksanaan," kata Darmin.
Dirilisnya paket kebijakan ekonomi ini bukan tanpa alasan. Persis sebagaimana tak ada asap bila tak ada apinya. Paket kebijakan ekonomi itu hadir untuk menjawab sejumlah kondisi perekonomian yang terjadi hari ini.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan paket kebijakan ini perlu diperbaharui dalam rangka menghadapi tantangan global, di mana perekonomian global saat ini sedang mengalami ketidakpastian dan tekanan. Ada beberapa faktor yang saling terkait sehingga mempengaruhi kondisi perekonomian global yang tak menentu.
Diantaranya, pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi masih akan melambat pada tahun 2019, kebijakan normalisasi moneter di Amerika masih akan berlanjut, perang dagang US-China mereda, namun mulai muncul potensi perang dagang dengan negara lain, dan volatilitas harga minyak dan komoditi utama di pasar dunia masih tinggi.
Kemudian, membaiknya ekonomi Amerika dan kenaikan suku bunga FFR (Fed Fund Rate) yang masih berlanjut, mempengaruhi aliran modal di pasar dunia, mengakibatkan US Dollar kembali ke Amerika dan keluar (outflow) dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Hal ini yang kemudian berdampak pada pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar. Pelemahan ini pula yang membuat defisit Transaksi Berjalan (CAD) semamin membengkak.
Menghadapi itu, pemerintah Indonesia terus berusaha agar tidak ikut terseret dalam arus ketidakpastian ekonomi global. Dengan memanfaatkan momentum adanya peningkatan kepercayaan investor asing, pemerintah berupaya untuk semakin mendorong masuknya modal asing yang lebih besar, termasuk melalui Investasi Langsung.
Peningkatan Investasi Langsung diharapkan akan mampu menutup kenaikan defisit Transaksi Berjalan (CAD). Selain itu, pemerintah berharap kepercayaan investor akan lebih meningkat lagi dalam jangka pendek.