"Kita nggak bisa hanya berupaya menjawab transaksi berjalan saja. Itu penting tapi tak cukup, kita harus rumuskan kebijakan juga untuk memberi confident pada pemilik dana sehingga mereka masuk. Untuk itulah pemerintah hari ini bersama-sama dengan BI dan OJK itu akan terbitkan paket kebijakan 16 mencakup perluasan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan, memperluas pemberian tax holiday," terang Menko Perekonomian Darmin Nasution.
Oleh karena itu, pemerintah merilis tiga kebijakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang disempurnakan. Ada tiga kebijakan yang diperbaharui dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI ini, diantaranya:
Pertama pemerintah memperluas Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (tax holiday) untuk mendorong investasi langsung pada industri perintis dari hulu hingga hilir guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kedua, pemerintah kembali merelaksasi DNI sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan. Kebijakan ini membuka kesempatan bagi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi untuk masuk ke seluruh bidang usaha.
Dan ketiga, pemerintah memperkuat pengendalian devisa dengan pemberian insentif perpajakan. Pengendalian berupa kewajiban untuk memasukkan DHE dari ekspor barang-barang hasil sumber daya alam (pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan). Insentif perpajakan berupa pemberian tarif final Pajak Penghasilan atas deposito.
Isi kebijakan yang mulai berlaku pada pekan ini ialah tentang perluasan insentif tax holiday dan Daftar Negatif Investasi (DNI). Sementara untuk kebijakan dalam memperkuat pengendalian devisa berupa kewajiban untuk memasukkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari ekspor barang-barang hasil sumber daya alam akan dilakukan mulai 1 Januari 2019.
Dengan adanya kebijakan ini harapannya terjadi penguatan perekonomian Indonesia secara lebih luas. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.
"Ini adalah langkah konkret, langkah koordinasi antara pemerintah, OJK, dan otoritas terkait untuk terus meningkatkan ketahanan ekonomi kita, menjaga stabilitas makro ekonomi, sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan kebijakan ini kita yakin ini akan semakin perkuat ketahanan ekonomi kita termasuk neraca pembayaran," pungkas Perry Warjiyo
Kebijakan di atas secara cermat ditujukan justru untuk melindungi kurs Rupiah dan penyelamatan dari defisit transaksi berjalan agar tidak terus membengkak. Oleh karena itu, melihat pertimbangan di atas, seharusnya kita bisa memahami logika pemerintah secara jernih. Apa yang diusahakan pemerintah itu, tak bisa serta merta disebut sebagai pro-asing.
Itu jelas tidak logis, karena dalam dunia yang terbuka saat ini, membuka kran investasi untuk modal luar negeri bukan berarti kita menjual negara sendiri. Hal itu salah kaprah. Sebab, dalam investasi itu tetap ada regulasi dan transparansi.
Upaya menggiring narasi bahwa pemerintah telah menjual negara sendiri merupakan argumen yang kekanak-kanakan, bertendensi menakut-nakuti rakyat, dan menebar kebencian kepada pemerintahan sendiri. Ini yang bisa dikatakan sebagai politik genderuwo tempo hari.