Benteng, sejarah, dan wisata, yaitu tiga hal yang punya keterkaitan satu sama lain. Berhubungan dengan memori panjang dan sejarah suatu wilayah, baik itu negara atau kota, benteng menyimpan hal-hal yang menarik buat ditelusuri lebih lanjut dan mendalam dengan cara yang berbeda saat ini, yaitu melalui wisata.
Ambarawa, jadi salah satu saksinya. Sebuah wilayah di Semarang, Jawa Tengah ini jadi lokasi kelahiran sebuah benteng yang masih bisa dilihat fisiknya hingga saat ini. Saya bilang masih bisa dilihat fisiknya, karena meskipun masih tegak berdiri, tapi bagian kulit atau dinding luar benteng ini nunjukkin kesan "sebentar lagi juga..."
Dinding-dinding yang ibarat kulit manusia, yaitu kulit manusia yang makin menua dengan keriput di sekujur tubuh. Keriput bagi benteng ini, yaitu ngelupasnya lapisan luar dan adanya lumut-lumut yang menutupinya. Ditambah lagi, dengan pilar-pilar penyangga yang terbuat dari kayu, yang saat ini udah mulai rapuh kondisinya.
Hadirnya benteng ini di wilayah Ambarawa yang terkenal dengan perkebunan dan pertanian, secara gak langsung membantah kalo sebuah benteng itu harus ada di pinggir atau tepi pantai, dan sebuah benteng harus ada di pusat kota. Fort Willem I ini ada di tengah-tengah persawahan.Â
Kalo diperlebar lagi, wilayah benteng ini berada, dikelilingi oleh beberapa gunung. Yang secara gak langsung bahwa kota ini sebenarnya udah dilindungi sama alam, lewat "benteng-benteng" yang bumi lahirkan, tapi dengan hadirnya Fort Willem I ini lebih memperkuatnya.Â
Oh, iya selain berada di wilayah persawahan dan dikelilingi oleh pegunungan, benteng ini juga berdekatan dengan Rawa Pening, dan stasiun kereta api Ambarawa. Jadi, meskipun ada di wilayah pelosok, tapi lokasi benteng ini cukup strategis.
Meskipun lokasinya ada di pelosok Semarang yang jauh dari pusat kota. Akses buat ke benteng ini gak susah kok, kalo titik awal perjalanan kita ke tempat ini dari pusat kota Semarang. Kita bisa manfaatin transportasi umum BRT Trans Jateng buat ke sana, dan turun di pemberhentian terakhir, terminal Bawen.Â
Dari terminal itu, kita harus usaha lagi buat sampe ke sana. Bisa pake jasa ojek online yang gampang ditemuin dan diorder dari terminal Bawen buat ngejangkau benteng itu. Jaraknya, dibilang dekat ya enggak, tapi dibilang jauh ya juga enggak.
Beberapa belas menit kurang lebih perjalanan menuju ke sana, gak bikin bosen mata kok, karena sepanjang perjalanan bakal nemuin hal-hal yang bisa manjain mata.Â
Sampai pada akhirnya saya mulai ngeliat dari kejauhan, ada sebuah bangunan yang menarik perhatian mata, yang lokasinya ada di tengah sawah, yang saat saya datang ke sana, persawahan tersebut baru masuk masa tanam. Sebuah bangunan tua yang terlihat kontras dengan keadaan sekelilingnya.
Meskipun dari tepi jalan raya udah kelihatan bangunan bentengnya, tapi kita masih harus masuk ke sebuah jalan kecil yang hanya muat dua motor (yang berjalan berdampingan), atau jalan untuk ukuran satu mobil. Jalan kecil yang belum tersentuh aspal, tapi hanya jalan yang ditutupi oleh bebatuan paving block (konblok), dengan beberapa pohon di kanan-kiri jalannya.Â