Perayaan Jumat Agung selalu identik dengan film "The Passion of the Christ". Film ini hampir setiap tahun diputar di stasiun televisi swasta yang dapat ditonton pada malam Jumat Agung.
Sebuah film fenomenal besutan Mel Gibson yang menceritakan kisah sengsara Yesus sejak Ia berdoa kepada Bapa di Surga di Taman Getsemani, kemudian ditangkap, diadili, hingga wafat-Nya di salib.
Film ini sempat menuai kritik dari berbagai kalangan yang menganggap bahwa film ini menampilkan adegan siksaan kepada Yesus yang terlalu sadis.
Namun agaknya film itu memang seolah ingin menyajikan bahwa Yesus sungguh disiksa dengan kejamnya oleh para serdadu Romawi.
Dengan menonton film ini, umat Kristiani diajak untuk mendalami dan menghayati sengsara dan pengorbanan yang Yesus berikan bagi keselamatan seluruh umat manusia.
Bagi sebagian orang, menonton film ini pada perayaan Jumat Agung setiap tahun adalah hal yang wajib dan tidak ada kata 'bosan'.
Berbeda bila menonton film lainnya, yang akan mengalami kejenuhan ketika telah ditonton berulang-ulang. Sebab jalan cerita dari film yang sudah diketahui dan dapat ditebak alur ceritanya.
Namun, mungkin kata jenuh dan bosa juga akan keluar dari mulut juga bila menonton film "The Passion of the Christ" sebagai sebuah karya seni belaka. Sebab kisah sengsara Yesus dari berbagai film yang sudah ada sebelumnya dapat dikatakan sama kecuali dari sisi pemeran. Begitu pun kisah yang sama juga akan ditemukan dalam Kitab Suci.
Menonton film "The Passion of the Christ" tidak cukup hanya menikmatinya sebagai sebuah karya seni belaka. Namun harus turut juga dimaknai bagaimana kisah sengsara Yesus divisualisasikan sedemikian rupa sehingga dapat dirasakan oleh indera penglihatan dan pendengaran.
Berangkat dari situ, pikiran dan hati nurani hendaknya juga turut berperan sehingga dapat semkin dirasakan dan dihayati penderitaan dan pengorbanan yang telah Yesus lakukan.