[caption caption="Salah satu tungku buatan salikun"][/caption]
Bicara penanganan masalah sampah, selama ini banyak orang hanya membahas sebatas tempat pembuangan, penampungan atau daur ulang saja. Namun sebaliknya, jarang sekali yang benar-benar membahas tentang pemusnahan sampah itu sendiri. Banyak program dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah, khususnya di kota-kota besar. Namun penanganan yang dilakukan terhadap sampah selama ini, hanya sebatas ditampung saja. Sedangkan prosesnya, diperlukan program khusus, mengingat mahalnya alat pemusnah sampah yang hendak digunakan. Saya pun berpikir, untuk memusnahkan barang-barang tak berguna saja diperlukan mesin khusus yang diimpor dari luar negeri, dan tentu saja harganya tidak murah.
Dengan mahalnya biaya penanganan sampah, bukan berarti masalah tak bisa diatasi. Saya sendiri tergelitik untuk menulis artikel ini, dari pengalaman pribadi ketika bertemu dengan Salikun, sahabat saya yang selama ini bergelut di bidang pembuatan alat pemusnah sampah. Dari perjalanannya membuat alat tersebut, pensiunan Polisi asal Mojokerto ini kerap menerima kritikan, cacian, bahkan juga sempat dicekal penggunaan alat yang dibuatnya. Alasannya, alat yang dibuatnya tersebut berbahaya bagi lingkungan.
[caption caption="Rangkaian canggih dalam Tungku Salikun, lebih hemat, efisien, namun optimal mengatasi sampah."]
"Selama ini yang mencaci saya, karena alat yang saya buat boleh dibilang sederhana, tidak memenuhi standar, entah saya sendiri tidak tahu standar apa menurut mereka," ungkapnya polos. Beberapa perusahaan, bahkan instansi yang mencekal penggunaan alat Salikun beralasan, jika alat buatan Salikun tidak sesuai dengan program pemerintah mengatasi masalah sampah. "Sekarang begini saja, katanya yang namanya sampah harusnya didaur ulang, bukan dimusnahkan supaya tidak menimbulkan masalah baru. Harusnya mereka itu bisa membedakan definisi sampah itu sendiri. Menurut saya, sampah adalah barang yang sudah dibuang, karena tidak bisa digunakan kembali atau tidak bisa diapa-apakan lagi. Satu-satunya cara adalah dengan memusnahkannya, bukan didaur ulang," terangnya.Â
Salikun mengatakan, penanganan sampah selama ini hanya berhenti di Tempat Penampungan Akhir (TPA) saja. Selanjutnya, di TPA sampah-sampah tersebut dibiarkan membusuk dengan sendirinya. Menurut Salikung, penanganan seperti itu hanya melakukan proses pemindahan saja, dari sampah-sampah yang ada di pemukiman dibawa ke TPA. " Dari tahun ke tahun penanganannya masih seperti itu saja, dan ini adalah pemborosan. Katanya ada alat yang namanya incinerator, tapi sampai sekarang juga masih jarang digunakan karena mahalnya alat tersebut," tandasnya.
Pemerintah sendiri sebenarnya sudah memiliki standar tersendiri untuk menangani masalah sampah. Termasuk mendatangkan peralatan canggih dari luar negeri, seharga ratusan juta. Bila dibandingkan dengan alat buatan Salikun memang jauh berbeda, karena alat yang disebut tungku tersebut dibuat secara permanen, sederhana dan nyaris tidak membutuhkan daya apapun untuk menjalankannya. Namun dari kesederhanaan dan prinsip efisiensi yang digunakan pada tungku tersebut, saya justru menilai inilah yang dinamakan canggih. Sekali dibuat, dijalankan, dapat melakukan proses selamanya, bahkan perawatan juga dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Kesederhanaan dan efisiensi pada tungku Salikun ternyata juga menarik perhatian beberapa orang dari luar negeri, termasuk dosen serta profesor yang ingin mempelajarinya. Mereka kebanyakan kagum dengan tungku tersebut dan terinspirasi untuk menyempurnakannya. " Masalah yang kerap menuai kritikan selama ini karena asap pembuangan yang dianggap berbahaya. Tapi saya sudah berusaha meminimalisir asap tersebut. Lagipula, secanggih apapun alat yang digunakan tetap mengeluarkan asap sebagai hasil akhir pembuangannya. Justru menurut saya, asap yang tidak terlihat lebih berbahaya karena bisa terhirup kapan saja. Kalau terlihat kan bisa dihindari," pungkasnya. Hingga kini, Salikun masih kerap melayani pembuatan tungku untuk beberapa pemesan yang tertarik dengan buatannya. Jadi, masihkan kita mendatangkan mesin dari luar negeri seharga ratusan juta hanya untuk mengatasi barang-barang tak terpakai?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H