Masyarakat dewasa ini sudah cepat bosan, dan gampang sekali menentukan pilihan tontonan tanpa pikir panjang. Ini menjadi tantangan bagi pegiat musik untuk memompa kreativitasnya. Dari mulai membuat konten video klip karya sendiri, video cover, vlog pertunjukan, aksi pertunjukan, ngobrol musisi, dan lain sebagainya.
Mereka berlomba untuk menjadi yang paling banyak viewers. Makin banyak viewers, makin terkenal. Makin banyak subcribes, makin lancar adsense.
Mendapat perhatian masyarakat sangatlah sulit apabila konten yang kita tawarkan biasa-biasa saja. Maka dari itu, sekarang yang kita lihat banyak pegiat musik yang berlomba untuk menjadi viral dengan berbagai cara.
Media masakini (Youtube, Instagam, Tiktok, dsb) Â menjadikan distribusi musik terlampau masif. Meski sekarang aturan mereka diperketat soal disclaimer, toh semua orang masih bisa menikmati apa yang mereka mau. Bahkan lucunya, ada musisi yang karyanya viral karena di cover orang lain, namun penciptanya tidak ikut viral. Ini aneh sekaligus mengenaskan.
Lalu media sosial yang kini sangat instan penggunaannya seperti Instagram, Twitter, dan Facebook menjadikan kita serasa harus memenuhi tuntutan sosial yang ada. Kebahagiaan kita ada di gadget.Â
Baskara Putra (.feast) sudah menyindir dengan lirik "taman eden dengan wifi dan kamera depan". Menunjukan bahwa segala sesuatu ada di gadget kita, termasuk kebahagiaan, ketentraman, dan pengakuan bahwa kita exist (ada) di dunia ini dengan segala citra yang mampu kita bangun.
Perkembangan dan pergeseran konsumsi musik mengakibatkan dampak positif dan negatif. Positifnya kita bisa menikmati segala jenis musik yang kita inginkan.
Dampak ini menjadikan perkembangan musik meluas dan segala lapisan masyarakat bisa menikmati dan mengapresiasi secara bebas tanpa ada gangguan dari pihak lain.
Namun dampak negatif dari masifnya konsumsi musik membuat musik itu sendiri bergeser esensinya menjadi budaya tontonan. Saking mudahnya akses konsumsi musik membuat masyarakat tidak ada waktu untuk memilah, apalagi menghayati.Â
Masyarakat hanya tahu, tapi tidak mengerti, tidak mencoba mendengarkan lebih dalam, mengambil pesan, mengamalkan kebaikan yang mungkin ada terkandung di dalam musik. Semua ditelan, tanpa disaring. Mengakibatkan batas antara karya yang bermutu dan sekedar viral robek, bahkan hilang.
Musik menjadi tergantung dengan disiplin lain. Ia tak lagi mandiri. Musik harus mempunyai pemain yang cantik agar viewersnya banyak. Musik harus terdengar konyol agar dibully dan viral.Â