Namun, selama gaya rambut Kak Seto Mulyadi masih sama, saya optimis tren lagu anak yang bermutu bisa tumbuh dan viral lagi. Beberapa bulan lalu saya mendapatkan angin segar dari band HiVi! yang membuat lagu "Merakit Perahu".Â
Mungkin lagu itu tidak hanya untuk anak-anak, tetapi sarat akan pesan moral dan nuansa keceriaan anak-anak di dalam musiknya. Walau sepertinya karya ini malah tidak populer dikalangan anak-anak.Â
Usaha band Mocca dalam membuat lagu "Happy" juga merupakan sumbangsih bagus dalam meramaikan lagu anak. Melly Goeslaw dalam "Guruku Tersayang" juga bisa dijadikan panutan dalam mengkompos musiknya.
Media dan teknologi sudah berkembang canggih dan tak bisa kita hindari. Anak-anak sudah lebih pintar dalam mengoperasikan gadget dari pada orangtuanya. Yang jadi masalah adalah ketimpangan tren antara musik dewasa dan musik untuk anak-anak.Â
Kuantitasnya jauh sekali, lagu dewasa mendominasi platform streaming musik. Lagu anak dinyanyikan kadang hanya untuk peringatan hari besar seperti Hari Guru, Hari Kemerdekaan, dan hari-hari penting lainnya. Ini yang membuat generasi penerus kita overdosis dalam mengkonsumsi musik yang bukan untuk ukuran umurnya.
Semoga kita semua masih tetap optimis dalam menghidupkan lagi lagu anak. Baik arranger, komposer, song writer, lulusan akademisi, guru kelas, orang tua, semua bisa mempunyai andil dalam meningkatkan kualitas lagu yang didengar anak-anak Indonesia. Karena melalui musik, mereka tersentuh secara alami tanpa paksaan dalam menanggapi ajakan pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Selamatkan Lagu Anak !
Andri Asmara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H