Cerita tentang pengusaha skincare yang katanya mendadak kaya selalu menjadi topik menarik. Pasalnya brand tersebut tidak dikenal sebagian orang, tidak ada produknya di toko kosmetik, dan katanya dibangun dalam waktu singkat.
Pemilik brand skincare ini memang dekat dengan kaum crazy rich yang sempat viral di Indonesia. Manusia-manusia yang siap menghamburkan uang dalam jumlah besar dengan entengnya. Walaupun akhirnya terbongkar sebagian dari mereka memiliki uang tersebut dengan cara menipu publik.
Saya tentu bisa memahami alur logikanya dengan mudah. Bagaimana seorang cleaning service bisa sukses dengan usaha cucian mobil, lalu menerima proyek-proyek pemerintah. Dan akhirnya beralih ke bisnis skincare bersama istrinya yang membawanya pada kesuksesan.
Dalam 2 tahun brand skincare ini telah mengklaim memiliki 13 cabang klinik kecantikan. Seluruhnya dimiliki oleh para founder, tanpa investor luar sama sekali. Sebuah pencapaian yang tidak masuk akal bagi mayoritas orang.
Masalahnya, tidak banyak yang tahu bahwa brand yang merupakan singkatan nama kedua pendirinya itu sudah dirintis jauh-jauh hari. Dimulai dengan menjadi reseller kosmetik secara online, yang secara tidak langsung menjadi fondasi pertumbuhan basis pelanggan mereka hingga saat ini.
Kemudian muncul ide membuat brand sendiri dengan maklon ke pabrik besar. Di sini posisinya salah satunya sebagai founder, satu lagi reseller. Kombinasi yang kemudian sama-sama menjadi co-founder brand yang dianggap kontroversial itu belakangan ini.
Perjalanan yang tidak banyak diceritakan di artikel inilah yang membuat brand tersebut seperti anomali. Mereka tidak melihat cerita yang hilang tersebut, karena memang hanya diceritakan di beberapa podcast bisnis.
Soal brand tersebut tidak ada di toko kosmetik, ini juga karena sejak awal mereka memasarkan produknya hanya secara online. Ditambah sistem reseller, yang membuat produknya berjalan dari pabrik langsung ke pelanggan. Tidak lagi melalui jalur konvensional yang melalui toko kosmetik, kecuali pemilik toko tersebut menjadi reseller.
Saya tidak setuju dengan pemikiran bahwa seseorang tidak mengenal suatu brand, lalu dia beranggapan brand tersebut tidak ada. Balenciaga sudah ada sebelum saya mengenalnya, saat Baim Wong membelinya agar kembaran dengan Raffi Ahmad.
Brand skincare tersebut mungkin tidak dikenal publik karena memang pola pemasarannya tidak di jalur konvensional. Tidak ada juga iklan di baliho dan televisi seperti skincare lainnya. Tetapi bukan berarti bisa disimpulkan bahwa mereka tidak ada di pasaran.