Mohon tunggu...
Andri Ansyah
Andri Ansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pamulang semester 3

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Definisi Harta Menurut Perspektif Islam

25 Desember 2024   19:14 Diperbarui: 25 Desember 2024   19:14 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Uang Rupiah Sumber : https://pixabay.com/photos/rupiah-currency-money-finance-7304261/

Harta dalam perspektif Islam bukan hanya dilihat sebagai benda atau materi yang dimiliki oleh seseorang, tetapi juga sebagai amanah (kepercayaan) yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya. Dalam ajaran Islam, harta memiliki makna yang lebih dalam dan lebih luas daripada sekedar objek untuk memenuhi kebutuhan hidup. Islam memandang harta sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup yang lebih besar, yaitu mendapatkan keridhaan Allah dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

  • Harta Sebagai Amanah dari Allah

Dalam Islam, harta adalah pemberian dan amanah dari Allah. Setiap Muslim diyakini hanya sebagai pemilik sementara harta tersebut, sementara pemilik sejati adalah Allah. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2: 219), “Katakanlah: ‘Dalam keduanya (harta) itu terdapat besar sekali mudaratnya dan banyak pula manfaatnya bagi manusia.’” Ini menunjukkan bahwa harta memiliki potensi untuk memberi manfaat tetapi juga dapat menjerumuskan seseorang pada kerugian jika disalahgunakan.

Amanah ini berarti bahwa pemilik harta harus menjaga dan mengelolanya dengan baik, tidak serakah, dan menggunakan harta tersebut untuk tujuan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Oleh karena itu, setiap Muslim wajib untuk mengelola dan membelanjakan hartanya dengan cara yang benar dan sesuai dengan ajaran agama.

  • Harta Sebagai Ujian dan Sarana untuk Beribadah

Dalam perspektif Islam, harta juga dipandang sebagai ujian dari Allah. Dalam Surah Al-Baqarah (2: 155), Allah mengingatkan umat-Nya bahwa mereka akan diuji dengan harta, kehidupan, dan hal-hal lainnya. Ini mengisyaratkan bahwa seseorang akan diuji dengan seberapa bijaksana dia dalam menggunakan hartanya, apakah untuk hal-hal yang bermanfaat atau malah mendatangkan kemudharatan.

Harta bukanlah tujuan utama hidup, melainkan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Islam mengajarkan bahwa harta yang dimiliki harus digunakan untuk tujuan yang baik, seperti membantu orang miskin, beramal jariyah, dan mendukung usaha yang bermanfaat untuk masyarakat. Harta juga digunakan untuk memenuhi kewajiban zakat, yang merupakan salah satu kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, sebagai bentuk penyucian harta dan untuk mendukung kesejahteraan sosial.

  • Harta sebagai Alat untuk Menjalankan Kewajiban Sosial

Salah satu dimensi penting dalam konsep harta dalam Islam adalah penggunaan harta untuk menunaikan kewajiban sosial. Salah satu kewajiban yang diwajibkan adalah zakat, yang berfungsi untuk membersihkan harta dan membantu masyarakat yang kurang mampu. Selain itu, harta juga dapat digunakan untuk membantu pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sosial. Dengan demikian, Islam menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang adil agar kesenjangan sosial dapat diatasi.

  • Harta sebagai Perantara untuk Mencapai Kesejahteraan Dunia dan Akhirat

Islam mengajarkan bahwa keberhasilan dalam memperoleh harta seharusnya tidak melupakan kehidupan akhirat. Dalam Surah At-Tawbah (9: 103), Allah berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka untuk membersihkan dan menyucikan mereka.” Ini menunjukkan bahwa harta yang diperoleh harus digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan hanya untuk kepentingan duniawi. Pengelolaan harta yang bijaksana dapat menjadi salah satu cara untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

  • Pengelolaan Harta dalam Islam: Prinsip Keadilan dan Larangan Riba

Islam mengatur dengan tegas bagaimana harta harus diperoleh dan dikelola. Salah satu prinsip utama yang diterapkan dalam pengelolaan harta adalah keadilan. Islam melarang segala bentuk eksploitasi terhadap sesama, termasuk praktik riba (bunga) yang dianggap merugikan pihak yang lebih lemah. Dalam Surah Al-Baqarah (2: 275), Allah berfirman, “Orang-orang yang makan riba, mereka tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena sentuhan penyakit.”

Sebaliknya, Islam mendorong perdagangan yang adil dan mengutamakan transaksi yang saling menguntungkan antara pihak-pihak yang terlibat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun