Teori CMM yaitu manusia menggunakan aturan untuk berkomunikasi dan menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada kita.
teori ini mengikuti beberapa prinsip berikut:
1. Â Â The experience of persons-in-conversation is the primary social process of human life. Keterlibatan seseorang dalam sebuah percakapan adalah proses utama dalam kehidupan manusia. Pearce mengatakan bahwa konsep dasar ini dimunculkan untuk menyikapi pendapat yang mengatakan bahwa "communication as an odorless, colorless vehicle thought that is interesting or important only when it is done poorly or breaks down." Menurutnya, komunikasi bukan sekedar aktivitas atau alat bagi seseorang untuk mencapai tujuannya, sebaliknya komunikasilah yang membentuk siapa diri mereka dan menciptakan hubungan (relationship) di antara mereka.
2. Â Â The way people communicate is often more important than the content of what they say. Cara seseorang berkomunikasi sering lebih penting dari pada isi pembicaraannya. Mood dan cara seseorang berkomunikasi memainkan peran yang besar dalam proses konstruksi sosial. Terkait dengan hal ini, bahasa disebut Pearce sebagai salah satu alat yang paling powerful yang pernah ditemukan dalam penciptaan dunia sosial.Â
Baca juga: Talent Management dan Patnership
Dengan menggunakan bahasa orang saling menyebut orang lain sebagai rasis, gila, buas dan sebagainya. Dengan bahasa pula orang bisa memilih untuk menyebut sebuah peristiwa sebagai sebuah tindak kejahatan atau hanya sebagai sebuah insiden, sakit jiwa daripada gila, dan sebagainya.
3. Â Â The actions of persons-in-conversation are reflexively reproduced as the interaction continuous. Reflexivity dipahami dalam artian bahwa setiap apa yang kita lakukan akan berbalik dan mempengaruhi kita. Tindakan seseorang dalam percakapan akan menentukan kelanjutan dari interaksi mereka. Pearce dan Cronen adalah social ecologist yang mengingatkan kita pada dampak jangka panjang dari praktek komunikasi yang kita lakukan.
4. Â Â As social constructionists, CMM researchers see themselves as curious participants in a pluralistic world. Mereka penuh rasa ingin tahu karena mereka memandang konyol jika mengharapkan kepastian ketika berhadapan dengan tindakan individu di luar kehidupan mereka dalam kondisi yang selalu berubah. Mereka adalah partisipan karena mencoba untuk secara aktif terlibat dalam apa yang mereka teliti. Mereka hidup dalam dunia yang plural karena mereka berasumsi bahwa orang menciptakan kebenaran ganda daripada sebuah kebenaran tunggal.
Baca juga: Human Capital Management sebagai Tolak Ukur
Asumsi :
1. Manusia hidup dalam komunikasi