Mohon tunggu...
Andriani Effendy
Andriani Effendy Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Parepare yang merupakan juga tanah kelahiran Mantan Presiden RI ke 3 BJ.Habibie. Masih belajar menulis lewat Kompasiana. Belajar tiada henti...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita di Balik "Sale" Sepatu

8 April 2010   16:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:54 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tadi siang saya sempat membaca dan memberi komentar pada tulisan yang menarik tentang filosofi Sandal dari kompaasiners Bisyri Ichwan. Yang menurutnya tulisan itu terinspirasi dari sandalnya yang bermohon untuk diganti.  Tulisan yang inspiratif dan bermanfaat. Saya kemudian memolototi sepatu kulit simple yang telah menemani aktivitas selama kurang lebih setahun, hm..di sudut kaki kiri sudah ada luka yang akan menganga jika tidak segera di antisipasi pada sepatu ini. Hm...bolehlah, pulang dari kampus sore ini hunting sepatu kulit yang lumayan (mumpung tanggal muda pula, hehehe). Tibalah kemudian di mall terbesar di kota Depok, jejeran outlet sepatu yang bermerk rupanya sedang diskon 50%, hm..boleh juga nih diskonnya. Outlet sepatu/sandal ini juga menawakan tas-tas import yang sedang diskon. Sambil memilih-memilih model dan ukuran yang cocok. Tiba-tiba seorang ibu perlente bergaun dan berjilbab hijau senada langsung menggebrak meja kasir yang letaknya tidak jauh dari tempat saya duduk dan bercermin melihat model sepatu yang sedang saya cobakan di kaki. "Yang ini !!!!" teriaknya sedikit membentak ke kasir dengan menjulurkan tangan kirinya sambil melepaskan tas Vicari model terbaru dari genggamannya. Sementara tangan kanannya masih menggenggam dua model sepatu yang menurutnya pantas untuk dimiliki pula. Sang kasir yang masih muda belia (hm..umurnya mungkin baru 20 an tahun) agak kaget, dan menarik diri sedikit menghindari tali tas yang kemungkinan bisa mengenai wajahnya. Mungkin karena sore dan akan lepas shift, pramuniaga dan kasir sudah bersiap untuk membuat laporan pekerjaannya dan menyelesaikan transaksinya, sehingga ibu perlente ini agak tidak terlayani dengan sempurna. "Yang ini ya, Bu?" Tanya si kasir santun. "Ya iyalah...masak ya iya dong!" jawab ibu perlente itu spontan seakan mau bercanda namun tidak menutup keangkuhan di wajahnya. "Tambah itu juga .." cerocosnya sambil menunjuk model sepatu yang terbaru dari jauh. "Nomor 40 ya!..Kalau yang ini diskon juga kan? Nah, tambah ini juga!" Ibu perlente sudah mulai kalap karena sudah mulai nampak serombongan ibu-ibu lain yang sudah bubaran kantor mulai mendekati area jajahan model sepatu yang disukainya. "Kamu kan harus tau, kalau model seperti ini sangat nyaman. Jadi cepat ambil nomor 40nya.." perintahnya masih dengan gaya sok kuasa. Sambil menyaksikan atraksi ibu perlente ini yang menyebalkan dan sedikit lucu, saya kemudian belajar mengamati sekeliling. Hm...pramuniaga sepatu yang berseliweran ini, yang selalu melayani pembeli dan pelanggannya, apakah mereka memiliki ataukah pernah memakai sepatu mewah yang dijualnya? Hm..saya melihat ke bawah..muodel sepatu mereka biasa2 saja dengan warna dasar hitam yang mungkin diberi kesan seragam oleh sang pemilik outlet. Pikiran saya pun melayang ke seorang gadis yang bernama Rika yang selalu menjadi tempat kami sekeluarga memesan tiket penerbangan kemana2. Hm..Rika yang tiap hari melayani orang di biro perjalanan tempatnya bekerja, apakah dia pernah pula merasakan nikmatnya perjalanan dengan pelayanan prima di pesawat ? Saya juga teringat suster yang menangani proses saya melahirkan di Rumah Sakit Internasional di Salemba 1 thn 10 bulan lalu, ah..apakah dia juga pernah merasakan pelayanan kelas satu di rumah sakit internasional seperti yang dia berikan kepada saya saat dirinya melahirkan ? Sebagai pelanggan, kita selalu meminta lebih dari orang yang melayani kita, sementara sang pelayan belum tentu pernah merasakan semua pelayanan kelas satu yang kita inginkan. Jadi, bagaimana bisa mereka mengimplemantasikan pelayanan prima itu kepada kita, jika mereka sendiri belum pernah merasakannya ? Jawabannya mungkin, jangan pernah berharap banyak pada orang yang belum pernah merasakan kenyamanan, dari sesuatu yang kita inginkan. PS: Terima kasih untuk kompasiners Bisyri atas tulisan sandal nya. Sehingga membuat saya menemukan kisah ini, keluar dari kebentuan saya menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun