Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Membaca Jurus Politik OSO

11 Januari 2019   16:04 Diperbarui: 11 Januari 2019   16:04 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oesman Sapta Odang atau dikenal dengan panggilan OSO adalah salah satu aktot politik yang cukup mahir berpolitik. Kepiawaiannya dalam mencari jalan-jalan pembenar patut menerima apresiasi. Sebagaimana kemampuannya mengambilalih posisi Ketua Umum Partai Hanura, Ketua DPD dan Masuk ke delam Daftar Calon Tetap DPD pada Pemilu 2019.

Dari kasus pertama, OSO termasuk jago lobby. Alasannya, bagaimana mungkin pendatang baru langsung memimpin partai sebesar Hanura? Itu adalah bagian dari pembuktian keahlian berpolitik. Biasanya, seorang kader partai politik (parpol) lah yang memiliki potensi memimpin lembaga. Tapi, lagi-lagi OSO adalah anomali politik masa sekarang.

Apa yang terjadi di internal Partai Hanura? Biarlah para kader parpol yang menjawab pertanyaan ini. Persoalan ini juga yang nantinya berhubungan dengan kasus pencalonan anggota DPD tahun 2019. Itu nantilah. Tapi, setelah merebut Partai Hanura. Pembuktian pilitik OSO berlanjut dengan menduduki kursi Ketua DPD. Meskipun banyak yang meributkan keberanian OSO merebut puncuk pimpinan DPD. Tetap saja, OSO dilantik dan menjadi salah satu pimpinan di senayan.

Nah, ujian ilmu politik OSO berlanjut. Setelah dua ujian dilalui dengan sukses. Ujian ketiga dilema bagi semua orang. Karena, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan norma ketentuan anggota DPD tidak berbaju parpol. Karena, DPD memang khusus representasi daerah. Itulah original intent hadirnya DPD. Beda dengan DPR yang merupakan representasi parpol. Akibatnya, niat OSO menguasai parpol sekaligus DPD berhadapan dengan putusan penafsir konstitusi.

Jika, putusan MK memiliki penjelasan teknis. Sudah pasti OSO langsung harus memilih antara DPD atau memimpin Partai Hanura. Namun, putusan itu memunculkan benturan hukum. Alasannya, ketika administrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Masalahnya, putusan PTUN ini bersifat final dan mengingat. Maka, masalah timbul akibat PTUN meloloskan OSO sebagai calon anggota DPD. Lalu, Mahkamah Agung (MA) mengamini perjuangan OSO untuk memiliki dua baju, yaitu Ketum Hanura dan Calon Anggota DPD.

Nah, inilah masalah hukum, antara Putusan MK, MA, PTUN dan Bawaslu. Kalau MK menafsirkan konstitusi. MA sepaham dengan MK dengan syarat berlaku di pemilu 2024. PTUN dan Bawaslu memutuskan administrasi pemilu. Sehingga, ada perdebatan, apakah ada tindakan perlawanan terhadap konstitusi atau ketentuan final mengikat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu).

Jurus politik OSO memang diluar dugaan. Bukan hanya memiliki jurus merebut kursi. Tetapi OSO juga termasuk warga negara yang baik. Dia, melalui semua mekanisme hukum yang ada. Sehingga, jelas bahwa OSO bukan hanya main paksa. Tapi, OSO berjuang dengan dalil putusan lembaga pemutus masalah. Meskipun ada perbenturan dari putusan-putusan tersebut.

Jika, sengketa administrasi, selama ketentuan UU Pemilu belum diuji ke MK. Khususnya ketentuan sengketa dan peradilan pemilu. Oleh karena itu, persoalan administrasi atau sengketa proses mengikuti UU Pemilu. Tetap, kita mengakui putusan penafsir konstitusi. Dengan syarat mengakomodasi putusan lembaga peradilan lain. Hukum harus dilawan dengan hukum. Misalnya, menggugat UU Pemilu terkait ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan proses pencarian keadilan pemilu.

Sedangkan bagi OSO, seandainya menang pemilu. Maka ujian jurus politik akan terjadi. Apakah OSO akan memilih DPD atau Partai Hanura paska pemilu 2019? Karena, dalih berbaju ganda tidak bisa dilawan lagi. OSO harus memilih meskipun pilihan itu pahit. Apabila OSO memilih DPD, siapa pemimpin Partai Hanura. Disinilah pertempuran politik akan menguji stabilitas Hanura. Antara pro dan kontra OSO. Tidak mungkin ada usaha lain yang ditempuh lagi.

Dengan demikian, apakah masalah OSO adalah masalah personal atau kelembagaan. Tentu saja, semua pihak harus memahami. Masalah jurus politik OSO, itu urusan anggota parpol yang akan bergerak paska pemilu. Masalah anggota DPD, itu menjadi masalah internal Anggota DPR dan DPD. Sedangkan mekanisme pemurnian DPD melalui pemilu melalui revisi UU Pemilu untuk tahun 2024. Sedangkan urusan putusan hukum, kita harus menunggu pertemuan MK dan MA.

Terakhir, perjuangan kontra OSO harus memokuskan perlawanan pada pribadi OSO. Jangan mengambinghitamkan suatu kelembagaan. Karena, tidak adil menyalahkan satu lembaga tanpa melihat peran lembaga lain. Sebagaimana kejadian yang sudah-sudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun