Masa kampanye selama hampir enam bulan, seperti membuat tim kampanye nasional masing-masing pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden getar-getir. Hal ini terbaca pada berita "Para Kandidat Incar Figur Berpengaruh" di koran Kompas, Rabu, 7 November 2018.
Dengan demikian, masuknya figur berpengaruh belum tentu membantu paslon. Mungkin bantuan itu ada, tapi tidak akan signifikan. Paling hanya meraup sedikit kelompok fanatik pada figur. Atau, perebutan swing voter yang merasa tertarik atas kehadiran figur tersebut di Tim Kampanye Nasional.
Misalnya, apakah bantuan Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Joko Widodo - Ma'ruf Amin menjadi pertanda semua kelompok Masyumi dan Partai Bulan Bintang mendukung paslon petahana? Atau, apakah KH. Irvan Yusuf (cucu KH. Hasyim Asyari) mampu mengarahkan seluruh warga pesantren dan sekitarnya, untuk memilih Prabowo Subianto - Sandiaga Salahudin Uno?
Sebagai contoh: Yusril adalah kuasa hukum HTI. Yusril juga penggugat Presidential Threshold. Apakah masyarakat HTI akan ikut memilih Jokowi? Di lain sisi, Meskipun KH. Irvan Yusuf merupakan cucu pendiri NU. Belum tentu masyarakat NU memilih Prabowo. Karena KH. Ma'ruf Amin adalah wakil presidennya Jokowi. Pusing? Puyeng? Resah dan gelisah? Sudah pasti.
Namun, masuknya figur berpengaruh pada masing-masing paslon, memberi mamfaat. Pertama, setiap figur akan menambah kekuatan dalam branding. Kampanye akan terasa meluas dan menyentuh kelompok-kelompok yang terpengaruh pada sang figur. Setidak-tidaknya, masuknya figur itu menambah referensi bagi pemilih, sebelum menentukan pilihan objektif.
Kedua, hadirnya figur kuat pada setiap paslon membantu kampanye di media sosial. Apalagi, jika pengikut akun figur melebihi jumlah ribuan. Sehingga, setiap dia menulis atau membagi konten dukungan. Para pengikut, tanpa bisa menolak, membaca postingan tersebut. Syukur-syukur, pengikut membaca dengan harapan akan menemukan alasan untuk ikut mendukung salah satu paslon.
Ketiga, meskipun sedikit. Tentu ada pengikit fanatik setiap tokoh. Jumlah fanatik itu menjadi salah satu saham suara. Tujuannya adalah mengukur berapa jumlah minimal suara yang diperoleh. Meskipun, hasil real bisa kita lihat paska hari pemungutan dan penghitungan suara setiap TPS.
Keempat, kemunculan figur yang berpengaruh akan menambah semangat mesin politik dalam bekerja. Misalnya, figur itu cukup berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat di daerah tertentu. Meskipun di daerah itu, Jokowi atau Prabowo pernah mencicipi kekalahan pada Pilpres 2014. Dengan bantuan sang figur, maka mesin partai lebih leluasa untuk kampanye berdalilkan "jualan" dukungan sang figur.
Nah, kita bisa mengkaji lebih dalam sebarapa jauh mamfaat figur untuk membantu kemenangan paslon Jokowi atau Prabowo. Siapapun berhak menjelaskan dari sudut pandang tersendiri. Apakah dengan membaca hasil survey. Atau melihat suara akar rumput atas dukungan figur.