Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kampanye adalah Dialog

29 Oktober 2018   14:24 Diperbarui: 29 Oktober 2018   14:41 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami berjanji: akan memperjuangkan suara rakyat demi mencapai kesejahteraan untuk kita semua

Setidanya, itulah pokok pembicaran yang disampaikan oleh calon anggota legislatif, senator, Presiden dan Wakil Presiden. Sepanjang waktu yang telah ditetapkan. Para calon pemilik kekuasaan eksekutif dan legislatif mencoba meyakinkan pemilih. Ingat, upaya meyakinkan ini dikenal dengan nama kampanye (Pasal 1 ayat 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017).

Sejak penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Serta penetapan calon Anggota DPR, DPRD dan DPD. Saat itu juga, para calon mencoba memperkenalkan diri. Bukan untuk dikenal saja. Tetapi, bagaimana pemilih memahami bahwa mereka pantas mengemban amanah (Pasal 1 No. 21 PKPU 23/2018), yaitu amanah kedaulatan rakyat melalui pencoblosan di surat suara.

Jika kita mengambil sebuah percontohan tentang perkenalan. Sejatinya, sebuah perkenalan bermula dari percapakan (dialog). Seseorang mengenalkan diri pada orang lain. Begitu juga sebaliknya. Misalnya, nama, tempat dan tanggal lahir, alamat, jenjang pendidikan, kesukaan, status pernikahan dan lain sebagainya.

Apabila kampanye untuk mengenalkan dan meyakinkan pemilih pada calon yang akan dipilih. Maka, upaya pengenalan akan lebih baik dengan metode komunikasi langsung atau dialog. Itulah inti dari hubungan antara manusia. Dengan komunikasi efektif, terciptalah tautan hati. Muara dari itu semua adalah kenyamanan dan kepercayaan. Bagaimana akhirnya? Kita bisa meramalkan bahwa orang yang mengenal kita akan memilih dengan senang hati. Tanpa paksaan, maupun stimulus berbentuk bantuan.

Dialogis

Pertama-tama, setiap calon pasti memperkenalkan nama. Bahkan, menyebutkan gelar pendidikan atau adat. Sehingga, yang mendengar mengetahui nama orang. Lalu, perkenalan partai politik. Ini penting, bukan soal partai politik pengusung. Tetapi, calon harus bisa menjelaskan alasan kenapa memilih berpolitik melalui partai tertentu. Alasan ini tidak bisa disampaikan oleh gambar calon.

Meskipun sudah ada alat kampanye berupa video. Tetap saja, pemilih idiologis akan memilih, setelah mengetahui alasan logis keterkaitan calon dengan partai politik. Kemudian, latar belakang keluarga dan pendidikan. Dua catatan kehidupan manusia ini tergolong penting. Karena pemilih di Indonesia masih memilih dengan alasan track record. Meskipun ada berbagai alasan lain. Namun, pengetahuan yang mendalam atas latar belakang kehidupan. Terlebih pernah merasakan pengalaman perjuangan si calon.

Dengan demikian, pemilih tetap akan masuk daftar potensial pemilih. Agar calon mendapati prediksi pemilihnya paska pemungutan dan penghitungan suara. Untuk mencapai komunikasi efektif. Setiap calon bisa mempergunakan pertemuan terbatas dan tatap muka. Silahkan menemui siapapun. Bercerita seluas kisah hidup. Kalau perlu, diskusi dan mendengarkan pandangan para pemilih. Itu akan lebih baik dan menguntungan. Baik, karena akan membawa gaya politik pada budaya komunikasi. Untung karena mengurangi biaya pembuatan alat peraga kampanye yang berlebihan.

Akan tetapi, muncul pertanyaan, bagaimana mengomunikasikan kepada seluruh pemilih di daerah pemilihan? Tidak mungkin mengunjungi dan ngobrol dengan seluruh pemilih. Memang susah jika kita mendatangi orang saat ada kepentingan. Apalagi kepentingan politik di pemilu. Kebanyakan, pemilih sudah merasa bosan dengan janji-janji politisi. Sehingga komunikasi interpersonal terhambat.

Agar bisa mencapai pola hubungan yang baik antara yang dipilih dengan pemilih. Maka, perlu kesediaan dalam penertiban kampanye politik. Partai sebagai peserta pemilulah yang menyusun program komunikasi dengan masyarakat pemilih. Tentu saja, asas kesetaraan wajib terpenuhi. Setiap pengurus daerah sampai ke tingkat ranting partai politik, menyampaikan calon-calonnya. Sehingga, pemilih mengetahui bahwa partai mendukung penuh calon. Bukan hanya mendaftarankan calon untuk menggugurkan kewajiban pendaftaran calon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun