Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membaca Restori Budaya Hukum

20 Oktober 2017   10:44 Diperbarui: 20 Oktober 2017   11:07 2429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Izinkan saya membawa kita semua kembali merenungi kata 'Budaya Hukum' yang sengaja kita usik di hari ini. Mari kita lihat pada halaman 11 --paragraf ke-39 bab pendahuluan-- yang memuat paragraf sebagai berikut :

"Budaya hukum adalah basis yang tak terelakkan di dalam membangun negara hukum. Rechstaat tidak akan dapat diwujudkan tanpa adanya budaya hukum. Masyarakat yang tak punya budaya budaya hukum adalah masyarakat yang mendekat kepada kemunduran atau kembali kepada peradaban zaman batu."

Kemudian, halaman 33, paragraf terakhir bab kedua, penulis menutup tulisan dengan pesan :

"itulah hakikat budaya hukum suatu bangsa, memiliki keragaman dan perbedaan yang identik dengan kebudayaan sosialnya, tidak akan sama atau menyamai bahkan menyerupai budaya hukum bangsa lain. akan halnya budaya hukum bangsa Indonesia juga memiliki jati diri tersendiri yang tumbuh dan berkembang dengan kebutuhan masyarakat hukum Indonesia."

Sedangkan fungsi budaya hukum dapat kita lihat di paragraf terakhir bab ketiga, halaman 49 yang memuat :

"..... Budaya hukum akan berfungsi sebagai jiwa yang akan menghidupkan mekanisme hukum secara keseluruhan akan tetapi sebaliknya dapat juga mematikan seluruh mekanisme pelaksanaan hukum yang ditetapkan berlaku untuk masyarakat. komponen kultur merupakan penentu dalam terlaksananya hukum apakah telah efektif atau tidak."

Akan tetapi, kenapa budaya hukum sulit diciptakan atau hukum sulit dibudayakan? Jawaban ini bisa kita temukan sesuai pesan penulis di paragraf terakhir bab keempat, halaman 64 sebagaimana disebutkan berikut :

"Bila yang terkandung dalam hukum nasional dengan nilai-nilai masyarakat lokal kerap terjadi perdebatan dan perbedaan yang ujungnya adalah sulitnya pemahaman makna dan maksud hukum nasional oleh masyarakat lokal, maka hal ini terjadi karena sudut legislator dengan masyarakat serta kurangnya para pemegang kebijakan melakukan survey, uji publik terhadap nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan lokal, terutama masyarakat yang secara hukum dibuat terasa tidak bermakna dan bermamfaat bagi sebahagian besar rakyat tersebut.

Oleh karena itu, hukum mencegah mis-nilai antara pembuat dan pemakai. Sehingga pemerintah maupun masyarakat harus proaktif mengusahakan terbukanya saluran komunikasi dalam mencegah dan menyelaraskan berbagai maksud dan tujuan pemerintah dalam undang-undang."

Selain dari tantangan tersebut, masih ada soal penegakan hukum yang menghambat budaya hukum terlaksana. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam paragraf terakhir Bab ke-V pada halaman 88-89, yakni

".....Karena menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat sebelum didahului oleh kesadaran hukum aparatur penegak hukum merupakan suatu harapan semu yang sulit terealisasi. Masyarakat perlu mendapatkan contoh dan suri tauladan dari pemimpinnya. Bila pemimpin, pejabat pemerintah, atau pihak-pihak penguasa yang berwenang malah menunjukkan moralitas yang rendah, maka hukum yang ditegakkan akan dianggap angin lalu oleh masyarakat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun