Jakarta - JINGGA adalah karya idealis dari seorang Lola Amaria yang menyorot kaum disabilitas , telah melakukan roadshow pemutaran di Eropa mulai dari kerjasama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda pada bulan Mei , berlanjut September melakukan pemutaran untuk Festival Film Indonesia di Cinema Spazio Alfieri di Firenze, Italia , dan selanjutnya JINGGA berkeliling Jerman yang mana pada pemutaran pertama dilakukan di kota Bonn pada Sabtu (15/10) di Rheinische Freidrich-Wilhelms Universitat Bonn.Â
Penayangan film JINGGA berlangsung sukses. Buktinya, penonton yang kebanyakan dari kalangan kampus memuji film ini sebagai film yang berguna dan membantu perkembangan ilmu kedokteran. Pemutaran film Jingga di Bonn terasa spesial karena dihadiri secara khusus mahasiswa dan dosen dari bidang studi kesehatan.Â
Lola mengatakan pada siaran persnya Minggu (16/10) "Ilmu kedokteran di dunia sudah sedemikian maju tapi saat melihat film ini mereka menyadari kemajuan itu masih sangat sedikit menyentuh mereka yang benar-benar membutuhkan. Selain itu, mereka menjadi tertarik mendalami dunia psikologi keluarga disabel."
Pemutaran JINGGA di Jerman didukung oleh beberapa lembaga nirlaba seperti BUGI, Watch Indonesia, Pidjar, Weitblivk, DIG, Engagement Global dan KED. Selain Bonn, film ini juga akan diputar di Koln, Hannover, Gottingen, Berlin, dan Frankfurt.Â
"Menurut mereka Jingga adalah film yang bisa memberi banyak input mengenai kesehatan masyarakat. Bahkan mereka meminta ijin untuk menggunakan film ini untuk kajian khusus disabilitas," kata Lola.
JINGGA yang baru diumumkan untuk screening Feature Films LA Indo Films Festival 2016 pada November mendatang bersama 4 film nasional lainnya ini berkisah tentang empat orang sahabat tuna netra. Tokoh utamanya bernama Jingga (Hifzane Bob) yang baru saja divonis oleh dokter mengalami kebutaan , oleh sebab itu dirinya harus menuntut ilmu di Sekolah Luar Biasa dan bertemu dengan tiga sahabatnya Marun (Qausar Harta Yudana), Magenta (Aula Assegaf) dan Nila (Hany Valery) yang juga tuna netra . Dalam materinya, film ini juga menceritakan tentang perjuangan seorang ibu yang tidak putus asa memotivasi anaknya, Jingga tetap semangat menjalani hidupnya walupun buta. Cerita ini berlanjut pada persahabatan empat anak tuna netra tersebut yang tidak pernah putus asa.Â
"Dalam film ini saya ingin menyampaikan, setiap manusia memiliki kekurangan dan kita hidup bersama karena harus saling melengkapi. Di bagian dunia manapun, tidak ada satupun manusia yang sanggup hidup sendiri. Saya melihat penonton merasakan pesan yang sama. " tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H