Peristiwa Isra' Mi'raj yang terjadi pada 27 Rajab, tidak hanya merupakan titik penting dalam sejarah spiritual umat Islam, tetapi juga penuh dengan pelajaran berharga yang relevan dengan tantangan zaman, terutama bagi generasi muda di era digital. Dalam perjalanan spiritual ini, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan dari Masjid al-Haram menuju Masjid al-Aqsa, lalu naik ke Sidratul Muntaha untuk bertemu dengan Allah SWT. Di tengah perjalanan ini, Allah SWT mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan shalat lima waktu, yang menjadi tiang agama. Namun, peristiwa ini lebih dari sekadar kewajiban ritual, karena ada pesan besar tentang kepemimpinan yang patut direnungkan, terutama dalam dunia yang terus berkembang pesat ini.
Isra' Mi'raj mengajarkan banyak hal, salah satunya tentang pentingnya kepemimpinan yang tegas, bijaksana, dan penuh kasih sayang. Nabi Muhammad SAW, yang menerima wahyu langsung dari Allah, memberikan contoh bagaimana seorang pemimpin harus menghadapi tantangan dengan sabar, teguh dalam iman, dan selalu mengutamakan kebaikan umat. Kepemimpinan Nabi SAW dalam peristiwa tersebut menekankan pentingnya visi, tanggung jawab, dan komitmen untuk umat---nilai-nilai yang sangat relevan dengan tantangan kepemimpinan yang dihadapi oleh generasi muda di era digital ini.
Di tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat, banyak generasi muda yang merasa terjebak dalam kehidupan maya yang serba cepat dan penuh godaan. Namun, dalam hidup yang serba instan dan penuh distraksi ini, shalat memiliki peran yang sangat besar. Shalat adalah salah satu cara untuk mengembalikan fokus, mendisiplinkan diri, dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan spiritual. Lebih dari itu, shalat juga mengajarkan kita untuk menjadi pemimpin bagi diri sendiri, mengelola waktu dengan bijak, dan meneguhkan iman dalam setiap langkah kehidupan.
Namun, dalam konteks kepemimpinan yang lebih luas, kita juga perlu merenungkan pentingnya shalat berjamaah. Shalat berjamaah adalah contoh konkret tentang kepemimpinan kolektif yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam shalat berjamaah, kita tidak hanya belajar tentang ketertiban dan kedisiplinan, tetapi juga tentang pentingnya kebersamaan, kerja sama, dan saling mendukung. Imam sebagai pemimpin shalat berjamaah menunjukkan sikap kepemimpinan yang bijaksana, dengan memimpin jamaah dalam gerakan shalat yang serentak, menjaga kekhusyukan, dan menciptakan suasana yang penuh kekhusyukan dan kebersamaan.
Lebih jauh lagi, shalat berjamaah mengajarkan pentingnya saling menghormati, menghargai peran masing-masing, dan menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap satu sama lain. Sebagai makmum, kita belajar untuk mengikuti arahan, tidak mendahului imam, dan menjaga konsentrasi untuk mencapai kekhusyukan bersama. Ini adalah prinsip dasar dalam kepemimpinan yang baik: saling mendukung dalam mencapai tujuan bersama, bekerja dalam harmoni meskipun ada perbedaan peran.
Di era digital ini, kita sering kali merasa terisolasi, bahkan dalam keramaian. Teknologi, meskipun memudahkan komunikasi, sering kali menciptakan jarak antara individu, membuat kita lebih fokus pada dunia maya daripada dunia nyata. Oleh karena itu, shalat berjamaah menjadi sangat penting---sebagai pengingat bahwa kita tidak hidup sendiri. Kita adalah bagian dari komunitas, dan kekuatan kita terletak pada kebersamaan. Kepemimpinan yang baik tidak hanya berdiri pada diri sendiri, tetapi juga mampu menggerakkan dan menginspirasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
Sebagai generasi muda yang sering terjebak dalam dunia digital, kita perlu mencontohkan kepemimpinan dalam kehidupan sehari-hari melalui shalat berjamaah. Shalat berjamaah mengajarkan kita tentang pentingnya bersatu, menyelaraskan tujuan, dan bekerja sama demi kebaikan bersama, yang tentu sangat relevan dengan tantangan kepemimpinan di dunia modern.
Maka, momen Isra' Mi'raj ini seharusnya menjadi pengingat bahwa kepemimpinan sejati dimulai dari dalam diri dan dari lingkungan sekitar kita. Shalat, baik yang dilakukan sendirian maupun berjamaah, adalah sarana yang mengajarkan kita untuk memimpin dengan hati, untuk menjaga ketenangan batin, dan untuk memperkuat karakter. Dalam dunia yang semakin digital ini, shalat berjamaah mengingatkan kita akan pentingnya kebersamaan dan kepemimpinan kolektif. Dengan menjadikan shalat sebagai prioritas, kita tidak hanya menjadi individu yang disiplin dan bertanggung jawab, tetapi juga mampu memimpin dalam konteks yang lebih luas---dengan kebijaksanaan, kerendahan hati, dan kasih sayang terhadap sesama.
Melalui refleksi Isra' Mi'raj, marilah kita memperkuat niat dan tekad untuk menjadikan shalat sebagai tiang agama dan kepemimpinan sebagai jalan hidup yang penuh makna. Di tengah segala distraksi digital, shalat dan shalat berjamaah dapat menjadi fondasi yang kuat untuk membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga bijak, berkarakter, dan penuh kasih dalam kepemimpinan.
Â