[caption caption="(Gambar: klimg.com)"][/caption]Kalau bicara kondom, sebagian besar dari kita pasti mengaitkannya dengan seks. Dan jika berbicara seks tentunya kita membicarakan tentang ruang privat. Namun, bagaimana jika kondom bekas terlihat di ruang publik seperti alun-alun dan taman kota?
Sebagai salah satu bentuk ruang publik, taman kota seharusnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan. Lari pagi di jogging track ataupun menikmati siang di bangku taman nampaknya menjadi pilihan menarik di waktu senggang. Menghabiskan sore bersama pasangan atau keluarga juga tak kalah seru dilakukan di ruang publik kota.
Namun, hal yang berbeda terjadi ketika malam tiba. Di Taman Gurindam, Tanjungpinang misalnya, banyak ditemukan kondom bekas berceceran bahkan di anak tangga pinggir taman[1]. Bahkan di Jombang, sepasang remaja juga tertangkap razia Satpol PP ketika sedang bercumbu di Taman Keplaksari, Kabupaten Jombang[2]. Parahnya lagi, kondom-kondom bekas berseliweran di ruang bermain anak di Stadion Bekasi[3]. Tindakan mesum ini tentu meresahkan masyarakat sebagai pengguna ruang publik itu sendiri.
Selain tindakan mesum, bentuk penyalahgunaan ruang publik lainnya adalah maraknya kejadian kriminal. Di Palangkaraya, seorang pelajar ditusuk hingga tewas di Taman Tugu Soekarno pada malam pukul 20.30 WIB[4]. Kejadian serupa juga kita temukan di Lubuklinggau, sepasang kekasih ditodong dengan senjata api dan senjata tajam ketika berpacaran di Lapangan Merdeka Kota Lubuklinggau pada malam hari pukul 20.00 WIB[5]. Hal ini menunjukan semakin rawannya kriminalitas yang terjadi di ruang publik terutama ketika malam tiba.
Aksi mesum dan kriminal di ruang publik kota merupakan beberapa hal yang terkadang luput dari aspek pembangunan ruang publik. Kurangnya lampu jalan dan lokasi yang tertutup dengan pohon-pohon rindang diduga digunakan untuk berbuat mesum. Sudut-sudut taman yang gelap menjadi tempat yang asyik bagi muda-mudi untuk beradu cinta. Alhasil, ditemukan alat kontrasepsi berceceran keesokan harinya. Walaupun ada pula yang sudah terpasang penerangan yang baik, namun pemeliharaannya terlihat kurang. Banyak lampu yang mati ataupun rusak pecah entah siapa yang merusak.
Keamanan juga salah satu faktor penting bagi sebuah ruang publik yang layak. Jarang sekali dijumpai petugas keamanan atau setidaknya petugas jaga di ruang-ruang publik. Kalau di siang hari, taman kota masih ramai dengan orang-orang yang beraktifitas sehingga meminimalisir tindakan kriminal. Sedangkan di malam hari yang cenderung lebih sepi, apalagi tanpa adanya petugas keamanan, tentu saja peluang terjadinya tindakan kriminal semakin besar.
Memperbanyak pemasangan lampu pada ruang publik adalah solusi yang dapat diterapkan, terutama disudut-sudut yang cenderung tertutup. Akan lebih baik jika lampu yang digunakan adalah jenis lampu yang hemat energi dan ramah lingkungan. Dan tentu saja pemeliharaan yang baik juga menjadi keharusan.
Tidak menutup kemungkinan bila di ruang publik itu ditempatkan petugas keamanan atau paling tidak petugas jaga. Satuan Polisi Pamong Praja pun perlu dikerahkan untuk melakukan patroli dan razia pada malam hari. Petugas dapat mengunakan pakaian sipil dengan harapan agar kenyamanan pengunjung tidak terganggu. Pemasangan CCTV pada lokasi-lokasi strategis tertentu perlu dipikirkan lebih lanjut. Walaupun terkesan boros anggaran, namun hasil yang diharapkan sebanding dengan pengeluaran.
Geliat pembangunan taman kota dan ruang publik lainnya nampaknya hanya gairah di awal. Pada kenyataannya, banyak taman-taman baru seumur jagung namun sudah rusak fasilitasnya. Jangankan nyaman, kebanyak ruang publik kita masih tidak aman. Sinergi antara pemerintah dan masyarakat pun akhirnya menjadi pilihan yang diharapkan dapat memberi perubahan yang signifikan. Karenanya, keamanan dan ketertiban menjadi langkah awal untuk mewujudkan “public space for all”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H