Oleh : Andriyanto
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan Gelombang 1 Tahun 2023, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
      Bangsa Indonesia memiliki berbagai keberagaman yang dikemas dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Faktor penyebab keberagaman masyarakat Indonesia, antara lain letak geografis, iklim, agama, ras dan sejarah (Nursakinah et al: 2022). Di sekolah, peserta didik perlu dikembangkan sikap menghargai berbagai keberagaman di Indonesia dan diharapkan peserta didik tertanam sikap saling menghargai dan menghormati dengan sesama anggota masyarakat untuk menunjang hidup rukun dan harmonis (Riyanti dan Novitasari: 2021). Saat ini, salah satu tantangan utama di sekolah dasar adalah berkurangnya karakter yang dimiliki oleh peserta didik, seperti hilangnya sikap saling menghargai, menghormati dan peduli (Atiratul Jannah: 2023).
      Salah satu Profil Pelajar Pancasila yang dapat memunculkan sikap saling menghargai dan menghormati yaitu Berkebinekaan Global (Mahmudah et al: 2023). Peserta didik yang memiliki karakter berkebinekaan global memiliki pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan budaya, agama, dan latar belakang lainnya, yang membantu mereka berkomunikasi dan berinteraksi secara positif dengan teman-teman sebaya dari berbagai latar belakang (Suryaningsih, Maksum, dan Marini: 2023). Dimensi berkebinekaan global mampu menanamkan sikap toleransi yang tidak melanggar budaya leluhur yang dimiliki bangsa Indonesia (Deni Nur Wijayanti: 2023).
      Mereka tidak hanya mempelajari budaya mereka sendiri, tetapi juga memahami budaya teman sekelas mereka dengan menunjukkan kesadaran akan budaya, sikap toleransi, dan kemampuan untuk mengatasi kesalahpahaman dalam interaksi lintas budaya. Selain itu, peserta didik dapat merespons pengalaman keberagaman dengan refleksi yang mendalam dan tanggung jawab untuk menjaga keberagaman budaya (Suryaningsih, Maksum, dan Marini: 2023).
      Penerapan aspek berkebinekaan global dapat diimplementasikan dalam pembelajaran, salah satunya melalui diskusi kelompok. Mengelompokkan peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan mereka dan membentuk sikap kebersamaan. Hal ini dapat dilakukan dengan 1) Bersosialisasi dengan semua teman tanpa memandang asal, agama, atau ras mereka, 2) Berkomunikasi dengan jujur kepada teman-teman, 3) Bermain bersama dengan teman sekelas, 4) Bekerja dalam kelompok saat ada tugas sekolah, 5) Menyampaikan pendapat dengan jujur kepada teman dan menghindari rasa iri (Hasanah dan Nurqori'ah: 2021).
    Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi diatas yaitu melalui pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT).  Culturally Responsive Teaching (CRT), merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana guru memposisikan diri sebagai fasilitator yang bertugas menghilangkan ketimpangan yang muncul di dalam kelas karena keragaman latar belakang, tradisi, suku dan perbedaan lain dari setiap peserta didik (Salma dan Yuli: 2023). Pendekatan Culturally Responsive Teaching adalah suatu metode pembelajaran yang menghendaki adanya persamaan hak setiap peserta didik untuk mendapatkan pengajaran tanpa membedakan latar belakang budaya peserta didik (Khasanah, Nuroso, dan Pramasdyahsari: 2023).
      Proses pembelajaran yang mengaitkan budaya dengan materi pembelajaran dimaksudkan agar kegiatan belajar mengajar dapat bermakna bagi peserta didik dan meningkatkan hasil belajar peserta didik (Anik Nawati, Ika Dyah Kumalasari: 2024). Pendekatan pembelajaran Culturally Responsive Teaching (CRT) diakui dapat menciptakan peserta didik yang aktif berpartisipasi, berkomunikasi, dan berkolaborasi dengan teman sebayanya (Nasution, Efendi, dan Yunita: 2023).
      Melalui penerapan Culturally Responsive Teaching, pendidik dapat menciptakan lingkungan belajar yang responsif terhadap budaya peserta didik, di mana nilai-nilai, norma, dan pengalaman budaya peserta didik dihormati dan diintegrasikan ke dalam pembelajaran (Hardiana: 2023). Dengan menerapkan pendekatan Culturally Responsive Teaching dalam pembelajaran, diharapkan peserta didik akan merasa diperhatikan, didengar, dan dihormati dalam kelas. Hal ini dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih menyenangkan, menarik, dan bermakna bagi peserta didik, sehingga memotivasi mereka untuk lebih aktif dan berminat dalam belajar (Hardiana: 2023).
      Melalui penerapan pembelajaran berbasis pendekatan culturally responsive teaching dapat meningkatkan dimensi profil pelajar Pancasila khususnya berkebinekaan global. Pada saat pembelajaran peserta didik dapat menumbuhkan sikap menghormati sesama teman dan guru, dapat bersikap adil kepada sesama teman, dapat menghargai perbedaan budaya, aktif dalam kegiatan diskusi kelompok dan dapat meningkatkan hasil belajarnya.
REFERENSI