Mohon tunggu...
Farmpedia Indonesia
Farmpedia Indonesia Mohon Tunggu... Penulis

Belajar bertani mulai dari membaca, memahami, dan mengaplikasikan. Jadilah petani yang beriman, berakal, tangguh dan melek teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Takdir Seorang Anak Pemulung

2 Februari 2025   10:35 Diperbarui: 2 Februari 2025   10:33 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pemulung kecil tampak sedang giat belajar demi mimpi besarnya (sumber: merdeka.com)

Di sebuah sudut kota yang padat dan penuh hiruk-pikuk, hiduplah seorang anak lelaki bernama Deni. Usianya baru sepuluh tahun, namun hidupnya sudah penuh dengan tantangan. Setiap pagi, Deni bangun lebih awal, bergegas memakai pakaian lusuh, dan keluar menuju tempat sampah yang ada di sekitar lingkungan rumahnya. Deni adalah seorang pemulung, anak dari seorang ibu tunggal yang bekerja sebagai buruh cuci di rumah-rumah orang kaya. 

Ayah Deni sudah lama menghilang, entah kemana, meskipun hidup mereka serba kekurangan, Deni tidak pernah kehilangan semangat. Ia tahu bahwa kehidupannya bisa lebih baik, jika ia berusaha lebih keras. Namun, ia juga menyadari bahwa kehidupannya yang sederhana tidak memungkinkan untuk meraih semua impian besar yang ada di pikirannya. Setiap hari, Deni melihat para petani di pinggir kota, yang dengan penuh ketekunan dan keringat menggarap tanah mereka. Ia merasa ada sesuatu yang sangat menarik dan penuh harapan di mata mereka.

Pernah suatu hari, saat sedang melintas di sebuah jalan desa, Deni melihat seorang petani yang sedang memanen padi. Pemandangan itu begitu indah, dan membuat Deni terkesan. Petani itu tampak begitu puas dengan hasil kerjanya, sementara Deni hanya memungut sampah untuk bisa mendapatkan sedikit uang. Ia pun berfikir dalam hati, “Bagaimana kalau aku bisa menjadi petani? Apa mungkin aku bisa menjadi seperti mereka, menikmati hasil kerja keras dengan penuh kebahagiaan?”

Deni tidak menceritakan mimpinya itu kepada siapa pun. Ia tahu bahwa banyak orang yang mungkin akan menertawakannya. "Apa yang bisa kamu capai, Deni? Anak pemulung yang hidupnya hanya cukup untuk bertahan hidup, bagaimana mungkin bisa jadi petani?" demikian mungkin perkataan orang-orang yang akan keluar jika ia menyampaikan mimpinya itu. Namun, Deni tetap memendam harapannya.

Suatu hari, ketika ia sedang mencari barang bekas di tempat pembuangan sampah, ia menemukan sepotong buku bekas yang sudah lusuh. Buku itu adalah buku petunjuk tentang cara bertani yang benar, lengkap dengan gambar dan penjelasan yang mudah dimengerti. Deni sangat senang, seperti menemukan harta karun yang sangat berharga. Setiap malam, setelah selesai bekerja dan menjual barang bekas yang ia kumpulkan, Deni membaca buku itu dengan tekun. Ia mempelajari cara menanam padi, memelihara tanaman, hingga cara mengolah tanah dengan baik. Ia merasa, meski tidak memiliki banyak hal, setidaknya ia memiliki pengetahuan yang bisa mengubah hidupnya kelak.

Beberapa bulan kemudian, Deni merasa bahwa ia perlu mencoba langkah pertama untuk mewujudkan mimpinya. Ia mulai menabung sedikit demi sedikit dari hasil bekerja sebagai pemulung. Setiap kali mendapatkan uang, ia sisihkan sebagian untuk membeli bibit tanaman dari pasar dan mencoba menanamnya di halaman rumah yang sempit. Ia menanam sayur-sayuran dan beberapa tanaman lainnya. Tentu saja, hasilnya tidak selalu memuaskan, tetapi Deni tidak menyerah. Ia terus belajar, memperbaiki teknik bertanamnya, dan berusaha lebih keras.

Suatu hari, saat sedang berjalan melewati kebun petani yang dulu pernah ia lihat, Deni bertemu dengan Pak Joko, seorang petani yang sudah berusia lanjut. Pak Joko menyadari usaha Deni yang tidak kenal lelah, meskipun ia hanya seorang anak pemulung. Tanpa ragu, Pak Joko mendekatinya dan menawarkan bantuan. "Nak, jika kamu benar-benar ingin belajar bertani, aku bisa membantu. Tanah di sini banyak yang bisa kamu garap. Aku punya beberapa bibit unggul yang bisa kamu tanam."

Deni terkejut dan merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan Pak Joko. Ia merasa bahwa inilah kesempatan yang sudah lama ia impikan. Tanpa banyak berpikir, Deni menyanggupi tawaran Pak Joko. Dalam beberapa minggu berikutnya, Deni mulai belajar langsung dari Pak Joko. Ia membantu menanam padi, merawat tanaman, dan mengelola kebun dengan cara yang benar. Pak Joko mengajarkan tentang pemupukan yang tepat, irigasi yang baik, serta cara menjaga agar tanaman tidak terserang hama.

Perjalanan Deni untuk menjadi petani sukses tidaklah mudah. Banyak sekali tantangan yang harus ia hadapi. Terkadang musim kemarau datang lebih lama, dan tanaman yang ia rawat dengan penuh cinta harus menderita kekeringan. Beberapa kali ia hampir menyerah, tetapi Pak Joko selalu memberikan semangat. "Tidak ada hasil yang instan, Nak. Semua butuh proses dan kerja keras. Jika kamu terus berusaha, pasti suatu saat hasilnya akan terlihat."

Seiring berjalannya waktu, hasil dari kebun Deni mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Tanaman yang ia rawat mulai tumbuh subur, dan ia pun berhasil memanen padi pertamanya. Meski hasil panen pertama itu tidak sebesar yang ia harapkan, tetapi Deni merasa sangat bangga. Ia menjual hasil panennya ke pasar dan mendapat uang yang cukup untuk membeli lebih banyak bibit tanaman. Semakin lama, Deni semakin berpengalaman dalam bertani. Ia belajar untuk mengatur keuangan, menilai kapan waktu yang tepat untuk menanam, dan bagaimana mengelola hasil pertanian dengan bijaksana.

Lambat laun, kebun kecil Deni mulai berkembang. Ia mampu membeli lahan pertanian yang lebih luas dan menyewa beberapa pekerja untuk membantunya. Kehidupan Deni pun berubah. Dari seorang anak pemulung yang hanya bisa mengandalkan sampah untuk bertahan hidup, ia kini menjadi seorang petani sukses yang mampu menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya dengan hasil bumi yang melimpah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun