Kita yang Semakin Tua
senja, Â
Kita berjalan, pelan tapi pasti, Â
Menyusuri lorong waktu yang kian sempit, Â
Merasakan jejak langkah yang semakin lelah, Â
Kita yang dahulu penuh cahaya, Â
Sekarang terlupakan oleh senyum angin yang sudah lepas. Â
Ah, kita yang dahulu begitu muda, Â
Menari di atas angin, tanpa peduli pada waktu, Â
Menyentuh mimpi dengan tangan yang tak kenal batas, Â
Namun, lihatlah kini, tubuh kita merunduk, Â
Punggung yang dulu tegak kini dibebani dunia, Â
Dan rambut yang hitam pekat berubah jadi abu-abu, Â
Sebuah tanda bahwa waktu tak mengenal ampun.
Dulu, kita bicara tentang segala kemungkinan, Â
Tentang hari esok yang tak terbatas, Â
Tapi sekarang, suara kita perlahan melunak, Â
Lidah yang dulu lantang kini terdiam, Â
Hanya angin dan debu yang bersaksi Â
Pada apa yang telah kita buat, Â
Pada kisah yang telah tercipta di antara langkah-langkah yang semakin lambat.
Adakah kita yang dahulu akan mengenali diri kita yang kini? Â
Seseorang yang pernah begitu berani, Â
Sekarang cemas pada bayang-bayang sendiri, Â
Seseorang yang pernah berjalan dengan gegap gempita, Â
Sekarang berhati-hati, menghitung langkah, Â
Takut terjatuh dalam kekosongan yang telah kita ciptakan. Â
Apakah ini yang disebut "tua"? Â
Namun, dalam segala kesunyian ini, Â
Ada sesuatu yang tetap bertahan. Â
Seperti embun yang menetes di pagi hari, Â
Meski tipis, ia tetap ada. Â
Ada kenangan yang tak akan lepas dari kita, Â
Seperti akar yang mencengkeram bumi, Â
Meski kita berjalan menjauh, Â
Ia tetap di sana, tak terhapus oleh usia.
Kita yang semakin tua, Â
Tak lagi mengejar fajar dengan semangat yang membara, Â
Namun kita belajar menikmati senja yang datang perlahan, Â
Menyadari bahwa dalam keheningan ini, Â
Ada kedamaian yang kita cari sejak dulu, Â
Ada kebijaksanaan yang datang bersama usia, Â
Seperti pelajaran yang tak terucapkan, Â
Namun kita rasakan dalam setiap detak jantung yang semakin pelan.
Kita yang semakin tua, Â
Menatap dunia dengan mata yang lebih bijaksana, Â
Mengetahui bahwa setiap kebahagiaan yang tercipta, Â
Selalu ada harga yang harus dibayar, Â
Bahwa setiap tawa yang terdengar, Â
Pasti ada air mata yang tersembunyi, Â
Bahwa setiap cinta yang tumbuh, Â
Pasti akan layu dan menghilang.
Dan mungkin, kita yang semakin tua, Â
Bukan hanya menjadi tua dalam bentuk tubuh, Â
Namun juga dalam cara berpikir dan merasa, Â
Menjadi lebih peka terhadap kehidupan, Â
Lebih sadar akan kelembutan hati, Â
Yang hanya bisa ditemukan setelah bertahun-tahun menapaki jejak-jejak ini. Â
Kita yang semakin tua, Â
Bukanlah sebuah perjalanan yang sia-sia, Â
Melainkan sebuah perjalanan menuju ketenangan, Â
Sebuah pelajaran tentang menerima, Â
Tentang melepaskan, Â
Tentang menjadi bagian dari alam, Â
Yang terus berputar tanpa henti, Â
Tanpa pernah menoleh pada mereka yang sudah lelah.
Dan ketika akhirnya kita menutup mata, Â
Kita tidak akan takut lagi, Â
Karena kita tahu, Â
Kita telah berjalan dengan segala yang kita miliki, Â
Dengan segala cinta, segala harapan, Â
Dan segala kenangan yang membentuk kita. Â
Kita yang semakin tua, Â
Akan tetap hidup dalam setiap desir angin, Â
Dalam setiap gemericik hujan yang jatuh, Â
Dalam setiap bunga yang mekar di musim semi, Â
Karena kita adalah bagian dari waktu itu sendiri, Â
Dan waktu, meski terus berjalan, Â
Tak pernah benar-benar meninggalkan kita.