Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Bocah Pemulung dan Kejamnya Sistem Pendidikan "Konoha"

1 Juni 2024   06:00 Diperbarui: 1 Juni 2024   06:29 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemulung kecil (foto: kompas.id)

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh pegunungan hijau, hiduplah seorang anak kecil bernama Rian. 

Rian adalah seorang pemulung cilik yang tinggal bersama ibunya, Maria, di sebuah gubuk kecil di pinggiran kota. Ayahnya telah meninggalkan mereka ketika Rian masih bayi, meninggalkan beban hidup yang berat pada pundak Maria.

Setiap pagi sebelum matahari menyapa dunia, Rian sudah bangun dan bersiap-siap untuk mengembara di jalanan kota. 

Bermodal sebuah gerobak tua yang ditariknya, ia berkeliling mengumpulkan barang-barang bekas yang bisa dijual.

Sebagai anak muda, Rian sudah terbiasa dengan rutinitas ini. Bagi Rian, mencari barang bekas adalah satu-satunya cara untuk membantu ibunya.

Dibalik senyumnya yang ramah, tersembunyi impian besar yang ingin ia wujudkan. Rian sangat menyukai belajar, dan setiap kali ia melihat anak-anak lain berangkat ke sekolah, hatinya selalu merasa cemburu. 

Ia bermimpi suatu hari nanti bisa duduk di bangku sekolah, memegang buku-buku pelajaran seperti yang selalu ia lihat dari jendela gubuknya.

Suatu hari, ketika Rian sedang sibuk mencari barang bekas di sebuah tumpukan sampah, ia menemukan selembar kertas yang terlipat. Dengan rasa penasaran, ia membukanya dan terkejut melihat gambar sekolah di atasnya. Ternyata itu adalah brosur sekolah lokal yang memberikan informasi tentang penerimaan siswa baru.

Mata Rian berbinar-binar saat membaca informasi itu. Ia menyadari bahwa ini adalah kesempatan baginya untuk mewujudkan mimpinya. Saat ia melihat bagian biaya sekolah, senyumnya memudar.

Biaya yang tertera di brosur itu jauh melebihi apa yang bisa ia bayangkan. Ia merasa putus asa, karena bagaimanapun juga, uang yang ia dapatkan dari mengumpulkan barang bekas tidak akan mencukupi.

Ketika pulang ke gubuk, Rian tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Ia duduk di samping ibunya sambil menunjukkan brosur sekolah itu. "Mama, aku ingin sekolah," ucapnya pelan, suara gemetar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun