Kejamnya lagi, para saudagar Inggris membeli orang-orang Afrika berkulit hitam untuk dijadikan budak.
Sebanyak 500 ribu orang kulit hitam diangkut untuk dipekerjakan pada lahan pertanian dan perkebunan di Barbados. Selanjutnya Inggris membangun sistem ekonomi tebu yang berisikan para budak.
Para budak dieksploitasi habis-habisan, mulai dari penyiapan lahan, perawatan, sampai panen. Disisi lain mereka tidak memperoleh pakaian, makanan, serta tempat tinggal yang layak, apalagi bersih.
Ratusan ribu budak yang harus mati ditengah kebun karena kelaparan, kehausan, dan dehidrasi ekstrim. Tidak sampai disitu, banyak dari mereka yang terkena penyakit-penyakit yang cukup mengerikan dan menjijikan, seperti titanus, kusta, tuberkulosis, disentri, serta gizi buruk.
Usia harapan hidup pun hanya berkisar 18 tahun. Tidak hanya saat kerja, dikehidupan sosial pun ada perbedaan perlakuan antara orang kulit putih dan hitam. Tidak jarang orang-orang kulit hitam diperlakukan layaknya hewan.
Seiring berjalannya waktu, orang-orang Afrika ini mulai menuntut emansipasi atau kesetaraan tanpa memandang strata, warna kulit ataupun sejenisnya. Aksi protes pertama dan terbesar pun terjadi pada tahun 1816 yang dipimpin oleh seseorang bernama Bussa. Demonstran yang tertangkap pada akhirnya dieksekusi oleh tentara Inggris di Barbados.
Pada akhirnya praktik perbudakan resmi dihapuskan pada tahun 1834. Meski begitu, masih ada saja tindak rasis dan deskriminasi kepada orang-orang kulit hitam.
Inggris masih saja menganggap rendah orang-orang Barbados. Hidup dalam kesengsaraan membuat penduduk pribumi marah dan melakukan protes di tahun 1937. Tahun itu berdirilah Partai Buruh Barbados yang diprakarsai oleh Grantley Adams.
Tepat pada tahun 1966 ketika penghapusan wilayah jajahan (dekolonisasi) mulai merebah, penduduk Barbados menekan Pemerintah Inggris. Tidak lama kemudian Barbados resmi lepas dari Inggris pada 30 November 1966 dan berganti menjadi republik.
Meski sudah merdeka, Barbados lebih memilih menjadi anggota Persemakmuran Inggris dan bekerja sama diberbagai bidang. Setelah setengah abad berlalu, tepatnya tahun 2021, Barbados resmi keluar dari Persemakmuran Inggris.
Menuju sisi Kerajaan Inggris, kala itu Ratu Elizabeth II seperti acuh tak acuh perihal masalah tindak rasisme yang dilakukan oleh orang-orang Inggris, maka dari itu tidak sedikit merasa kecewa dengan sosok sang ratu yang ternyata masih memiliki sedikit sisi kolonialisme.