Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasih Sayang Orangtua untuk Sang Anak!

4 November 2021   12:40 Diperbarui: 4 November 2021   12:46 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan zaman telah merubah banyak sisi kehidupan, sosial, budaya, pemikiran dan sebagainya. Kehidupan berkeluarga pun tidak luput akan hal ini. Pemikiran yang kian berkembang seirama dengan budaya dan teknologi memberikan dampak positif dan negatif.

Bicara soal kehidupan berkeluarga, bisa dikatakan banyak sekali perubahan dan penyesuaian dalam pelaksanaannya. Hal ini dapat kita lihat saat ini, dimana banyak kasus anak menitipkan orang tuanya di panti jompo. Lantas dimana letak kesalahannya?

Anak merupakan sosok paling berharga bagi orang tua, jalankan saat lahir, sebelum dilahirkan, sebelum ruh dimasukan ke raga, orang tua sangat ingin disegerakan kelahiran bayinya. Selama didalam kandungan, 9 bulan sang  ibu mati-matian menjaga pola makan, sementara suaminya susah payah membagi waktu antara kerja dan mengurus sang istri.

Hari kelahiran sang buah hati pun tiba, ibu kita mengalami pendarahan akibat ketuban yang sudah pecah, sang suami, ayah kita panik mencari kendaraan untuk membawa sang istri ke bidan atau rumah sakit setempat.

Sesampai di rumah sakit, ibu kita dibawa ke ruang bersalin, anggota badannya dibelah, entah perut atau bagian lain. Darah berceceran dimana-mana, nafas ibu terengah-engah berusaha mengeluarkan jabang bayi dari perutnya. Nyawa pun jadi taruhannya.

Bapak kita menanti diluar dengan harap-harap cemas. Setelah beberapa saat, suara bayi pun terdengar. Tangis bahagia pun menghiasi wajah kedua orang tua tersebut. Dengan tenaga yang sudah terkuras, ibu masih berupaya memeluk tubuh bayi yang masih merah ini.

Cukuplah bagi nya tau bagaimana kondisi bayinya. Bapak sebagai seorang imam pun melaksanakan kewajibannya mengumandangkan adzan tepat di telinga sang bayi.

Setelah melalui serangkaian perawatan, kedua orang tua, beserta bayinya pun pulang. Dengan bangga mereka menujukan sang buah hati pada para tetangga.

Orang tua dengan lemah lembutnya mengurus segala keperluan, memandikan, menyuapi, menimang, menyusui, sampai berak dicelana pun mereka tidak segan membersihkannya dengan tangan, hebatnya lagi mereka malah terlihat bahagia akan hal ini.

Beranjak umur dua tahun, sang anak kini sudah tumbuh dengan segala tingkah lucunya, tengkurap, merangkak, bicara, berjalan mulai dibentuk. Menginjak usia lima tahun, sang anak mulai disekolahkan, dari SD sampai SMA.

Setiap pagi ibunya selalu menyiapkan seragam sekolah anaknya, setelah memakai baju, ibunya menyiapkan piring untuk makan. Begitulah tiap harinya.

Meski sang anak sudah sekolah dan baligh, dimata kedua orang tuanya ia tetaplah sang anak kecil mungil yang butuh perlindungan.

Tidak terasa sang anak lulus sekolah dan bekerja. Gaji pertama ia kasih pada orang tua. Anaknya kini bisa menyisihkan uangnya untuk kedua orang tuanya, membelikan sesuatu.

Anaknya kini berusia 27 tahun, ia pun menikah dengan damba'an hatinya. Disisi lain, kedua orang tuanya kini kian menua, berbagai penyakit pun melanda mereka, pikun, ayan, stroke, dan lain-lain. Anak dan menantunya pun sibuk bekerja, bapak ibu nya terlantar di rumah, hanya ditinggalkan uang untuk membeli lauk hingga dia pulang dari kerja.

Ternyata orang tuanya semakin pikun, kencing lupa, berak dicelana pun kini terjadi hampir tiap hari. Anaknya semakin resah dan kesal dengan orang tuanya.

Ia pun membawa kedua orang tua nya ke panti jompo. Bapak ibunya hanya bisa menatap sedih anak dan menantunya pergi perlahan meninggalkan mereka. Sebesar itukah dunia mu sampai tega meninggalkan bapak ibumu.

Senyum bahagia bapak ibumu yang dulu, kini telah menjadi ratap kesedihan.

Hidup mu pun kini bebas dari beban orang tua. Namun suatu ketika, ia mengalami kecelakaan, dalam kondisi sekarat, ia memanggil ibu bapaknya. Semua hanya terdiam. Orang tuanya kini sudah lupa ingatan karena usia yang semakin senja.

Sementara sang anak mati tanpa orang tua disisinya, mengejar duniawi hingga lupa kehidupan setelah kematian. Pintu kebahagiaan hanya akan terbuka dari restu bapak ibunya. Inikah yang kalian inginkan teman-teman?

Sesibuk apapun kalian bila sudah bekerja dan berkeluarga, tetap jangan lupakan orang tua. Meski dengan mengasuhkan di panti jompo bukan berarti tidak sayang, tetap saja kawan, itu adalah pilihan terakhir dan yang terburuk.

Lupakah bagaimana kalian ditimang, disusui, dibiayai hingga jadi orang? Lantas sekarang kalian tinggalkan orang tua dengan alasan sibuk. Pantaskah kalian disebut calon orang tua yang baik kawan?

Kalian lahir dari kedua orang tua, mati pun ada disisi orang tua. Sesulit itukah kalian merawat orang tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun