Cancel culture atau pengeluaran individu dari suatu kelompok atau jenis pekerjaan yang sudah dienyam sebelumnya. Singkatnya, cancel culture merupakan proses pengenyahan seseorang dari kehidupan.
Hal semacam ini umumnya terjadi pada publik figur, karena setiap tindak tanduk kehidupannya akan selalu di sorot oleh media dan tersebar di khalayak.
Pola pikir dan kebijaksanaan dalam bertindak tentu menjadi poin utama disini, sebab cancel culture terjadi karena kesalahan yang dibuat oleh publik figur itu sendiri.
Umumnya cancel culture terjadi karena kasus SARA, asusila, korupsi dan semacamnya.
Bisa kita ambil contoh kasus selebgram Lutfi Agizal, ia begitu terkenal di medsos dan dianggap sosok yang baik, tidak berselang lama, ia melakukan blunder dengan menyalahkan beberapa kata yang sebenarnya sudah umum, contohnya kata 'anjay' di ganti menjadi 'anjayani' dalam video di youtube pribadinya.
Kejadian ini sempat membuat Lutfi Agizal menuai cemoohan dari kalangan netizen, semua media sosialnya diserang dengan komentar-komentar pedas, bahkan masih berlanjut sampai sekarang.
Masa lalu nya pun tersebar dimana-mana, baik foto, status, cerita dan lain-lain. Hal ini akan membuat citra orang tersebut rendah dimata masyarakat.
Meskipun awalnya terlihat sepele, cancel culture yang berkelanjutan sampai ke hal-hal pribadi tentu dapat membuat individu yang mengalami akan merasa tertekan dan gelisah, semua privasinya akan jadi konsumsi publik, entah jadi bahan ejekan atau meme.
Lutfi Agizal pun sekarang bisa lebih dikontrol sikapnya agar tidak melakukan kekhilafan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Meski begitu, para netizen tidak sepenuhnya salah, sebab hal tersebut jelas-jelas terpicu dari tindakan publik figur itu sendiri, entah kurangnya kebijaksanaan dalam bertindak atau kedangkalan dalam berpikir.