KELUARGAÂ
Robert Wolter Monginsidi, salah satu pahlawan kemerdekaan dan nasional Indonesia yang harus gugur di usia muda. Beliau dilahirkan pada 14 Februari 1925 di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara dari pasangan Petrus Monginsidi dan Lina Suawa. Ia merupakan putra ke 4 dari pasangan tersebut. Sewaktu kecil, ia kerap dipanggil dengan nama Bote.
Keluarga Monginsidi hidup dalam  kesederhanaan, orang tua Robert hanya seorang petani kelapa, namun mereka punya harapan besar terhadap anak-anaknya dengan menyekolahkan setinggi-tingginys agar kelak menjadi pemuda yang berguna bagi bangsa.
PENDIDIKAN
Robert menempuh pendidikan sekolah dasar pertamanya di Hollands Inslanche School. Setelah tamat dari HIS, ia melanjutkan pendidikan tingkat menengah pertama di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs.
 Setelah lulus dari MULO,  kemudian Robert melanjutkan ke pendidikan studi Bahasa Jepang, lulus dari studinya, Robert kemudian bekerja sebagai guru bahasa Jepang di daerah Liwutung, Minahasa dan Luwuk Sulawesi.
Beliau terkenal sebagai sosok yang tampan dan gagah, selain itu, ia juga gemar membaca buku serta mahir dalam bahasa Belanda, Jepang dan Inggris, tak ayal hal tersebut membuat Robert mengerti apa yang di katakan oleh para tentara penjajah.
Belum lama menjadi guru, Robert memutuskan ingin melanjutkan pendidikannya di salah satu sekolah di Ujung Pandang (pada masa penjajahan Jepang).
AWAL PERJUANGAN
Setelah beberapa waktu berlalu, tepat pada tanggal 15 Agustus 1945 terdengar kabar bahwa Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu yang dipimpin oleh Jendral Douglas MacArthur.
Tidak butuh waktu lama, berita tersebut pun terdengar ditelinga Robert dan kawan-kawan. Mereka merasa senang, hal tersebut membuat mereka percaya bahwa kemerdekaan Indonesia akan terwujud secepatnya.
Dua hari kemudian, pada 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia terjadi yang ditandai dengan pembacaan naskah proklamasi oleh Soekarno.
PUNCAK PERJUANGAN
Robert dan kawan-kawan menyambut haru peristiwa itu. Sifat pejuang mereka pun semakin berkobar. Robert dan kawan-kawan membuat plakat-plakat perjuangan di sepanjang jalan, bahkan di depan kantor Belanda yang saar itu masih mendiami tanah Sulawesi.
Pada 17 Oktober 1945, Robert dengan pasukannya hendak melakukan serangan pada Belanda dengan menguasai tempat-tempat strategis  Belanda, seperti stasiun radio, sekolah dan benteng-benteng pertahanan.