Dalam dunia perbankan diperlukan adanya manajemen risiko yang baik untuk keberlangsungan bank itu sendiri dan perlindungan konsumen. Zaini (2016) menjelaskan dalam manajemen risiko perbankan terdapat regulasi kecukupan yang diatur atau dikenal dengan istilah Basel oleh Basel Committee on Bankking Supervision (BCBS) yang kekinian adalah Basel III.
Basel melihat terdapat kelemahan pada Basel II yang harus diperbaharui dan memandang banyak bank belum siap dalam menghadapi kondisi krisis. Sistem 3 pilar pada Basel II tetap diberlakukan dengan menambah beberapa peraturan.
Basel III berfokus pada likuiditas, masalah procyclicality, masalah sistemik, dan kualitas modal. Procyclicality merupakan peristiwa berulang ketika ekonomi sedang stabil sedangkan bank terlalu longgar dalam ekspansi kredit, sebaliknya ketika kondisi kurang stabil bank terlalu ketat dalam meluncurkan kredit sehingga terdapat sikap saling tidak percaya bahwa krisis terjadi berulang. Sementara masalah sistemik merupakan permasalahan bank yang dapat menularkan bank lain.
Latar belakang Basel III ada karena:
- Krisis global pada 2008 yang terjadi karena banyaknya posisi derivative yang mengalami kerugian dan melemahkan modal secara cepat. Krisisi ini jga dinilai karena kurangnya memelihara aset likuid sehingga ketika krises bank tidak mampu menyerap kerugian;
- Krisis diikuti oleh bank berbondong-bondong menjual posisi portofolio dalam memenuhi kewajiban dan mengurangi risiko. Kejadian tersebut menyebabkan penularan ke bank lain;
- Krisis kepercayaan pada pasar dan perbankan yang menular ke sistem keuangan dan sektor riil.
Adapun tujuan BCBS mengeluarkan Basel III adalah:
- Meningkatkan kemampuan perbankan dalam menyerap kerugian khususnya untuk sekonomi secara keseluruhan yang dipercaya sebagai benteng dalam krisis;
- Meningkatkan kemampuan bank untuk manajemen risiko dan meningkatkan transparansi dan keterbukaan bank dalam menjalankan operasional bank;
- Memperkuat ketahanan bank pada risiko sistemik khususnya mencegah krisis yang dapat meluas.
Lebih lanjut, langkah-langkah yang terdapat di Basel IIII meliputi:
- Meningkatkan konsistensi, kualitas, dan transparansi modal dalam menutupi jenis risiko;
- Meningkatkan ketahanan dalam kondisi krisis dengan peningkatan buffer;
- Memperluas lingkup risiko yang harus dikelola dan melengkapi modal dengan rasio leverage;
- Mengurangi efek musiman yang mengharuskan penyediaan cadangan buffer yang berfungsi menutupi risiko cyclicality, pertumbuhan kredit berlebihan, cadangan privisi, dan konservasi permodalan;
- Mengendalikan risiko sistemik dan keterkaitan bank.
Ketika kondisi ekponomi stabil, bank wajib meningkatkan benteng menghadapi situasi counter-cyclical yang bertujuan yaitu:
- Membuat kebutuhan modal minimum baik kondisi stabil dan countercyclical;
- Menyediakan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan forward looking dengan cara menggunakan prnsip Expected Loss (EL), sistem pengawasan dengan pendekatan EL dan tidak mendorong kea rah kebijakan CKPN lebih besar dari yang diperlukan;
- Memperkuat modal dengan menyediakan cadangan seluruh sektor misalkan ketika krisis bank harus tetap membagikan dividen, membeli kembali saham, serta membangun sistem buffer yang baik.
- Melaksanakan praktek perbankan yang pruden karena kredit yang terlalu cepat akan menyebabkan kerugian bank ketika krisis dan dapat menular ke sektor riil.
Selain itu, ruang lingkup risiko perlu ditingkatkan dan dikelola untuk menutupi posisi on balance sheet dan of balance sheet dan Basel III mengatur dalam kaitan ini adalah:
- Meningkatkan modal dalam menutupi trading book dan eksposur dalam posisi sekuritisasi dan banyak kerugian krisis 2008;
- Bank menyediakan modal VaR terjadi selama 12 bulan melalui stress test;
- Meningkatkan pilar 2 Basel II dan keterbukaan Pilar 3;
- Meningkatkan permodalan menutupi eksposur risiko, transaksi dan pembiayaan sekuritas, dan meningkatkan tambahan modal;
- Meningkaytkan manajemen risiko dengan tujuan menentukan modal untuk menutupi risiko kredit, menutupi kerugian karena kualitas kredit, menguatkan standar penilaian agunan, menghitung risiko keterkaitan antar bank.
Dalam kaitannya buffer dibedakan menjadi 3 yakni:
- Capital Conservation Buffer (CCB), merupakan tambahan modal untuk benteng ketika krisis;
- Countercyclical Buffer (CB), merupakan tambahan modal berdasar estimasi dan level pertumbuhan kredit contohnya tren rasio kredit;
- Capital Surcharge (CS), merupakan tambahan modal yang dinilai sebagai status bank sistemik.
Dalam memonitor model tools yang berkaitan dengan Basel III antara lain:
- Contractual maturity mismatch, yang mewajibkan bank melakukan penilaian terhadap mismatch maturitas berdasar data kontraktual;
- Concentration of funding, yang menganalisis dana korporasi berdasar jenis valuta, instrument, dan counterparty;
- Ketersediaan aset bebar yang tidak dijaminkan
- LCR berdasarkan jenis valuta dengan memngukur nilai tukar dari eksposur bank;
- Alat monitoring terkait pasar yang berfungsi mengetahui harga aset dan likuiditas
Di Indonesia, terdapat impelementasi Basel III yaitu melalui PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang menerapkan Basel III terkait permodalan yang menyediakan:
- CCB, sebesar 2,5% dari ATMR ditutupi CET1 dengan kategori BUKU 3 (modal 5-30 triliun) dan BUKU 4 (modal>30 triliun);
- CB sebesar 0-2,5% ATMR dengan sumber modal CET berlaku seluruh bank;
- CS, dengan 1-2,5% ATMR, besar KPMM>diperlukan, sumber modal CET1 berlaku hanya untuk bank.