Ketika ditanya apa itu makroprudensial, maka kita akan berpikir itu adalah salah satu kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi. Lebih jauh dari itu, kebijakan makroprudensial juga sebagai perisai yang menjaga stabilitas keuangan di Indonesia.Â
Agung, dkk (2021) mengemukakan bahwa krisis keuangan tahun 2008 telah menambah bukti bahwa ketahanan keuangan tidak dapat dipandang sebelah mata karena dapat berisiko secara sistemik yang berefek domino yang muara akhirnya adalah goyahnya stabilitas ekonomi.Â
Terdapat kerentanan dalam sistem keuangan sebagai dampak kondisi leverage (kewajiban) yang berlebihan hingga enyebabkan ketergantungan.Â
Ketika terjadi sebuah goncangan dalam makroekonomi, lembaga keuangan mengurangi risiko dan berfokus terhadap aset yang berkualitas (flight to quality).
Jika terlalu lama akan berdampak domino dari goncangan pertama yang menyebabkan biaya penanganan krisis semakin besar, itulah penting mencegah daripada mengobati.
Flight to quality disebabkan oleh asymmetric problem yang terjadi ketika debitur meminjamkan dana dengan harapan dikembalikan tepat waktu.
Namun, kegunaan dana tersebut tidak berfisat transparan yang menyebabkan blurnya informasi dan terjadi sebuah ketidakpastian yang berpotensi terhadap moral hazard dan adverse selection.Â
Moral hazard berarti yang memiliki informasi (agen) berpendapat piham peminjam tidak memperoleh info yang utuh dan informasi memerlukan biaya yang mahal sehingga agen akan mencari keuntungan pribadi.Â
Moral hazard ini dapat terjadi di level individu maupun institusi termasuk di bank yang ujungnya merugikan nasabah yang menempatkan dananya.
Pada kondisi adverse selection terjadi ketika informasi yang dapat menurunkan kualitas barang karena informasi yang mahal sehingga pembeli tidak dapat membedakan mana barang berkualitas atau tidak.