Sejarah mencatat bahwa pada usia 7 tahun, seorang Imam Syafii telah menghafal 30 juz Al-Quran. Kegemilangannya berlanjut dengan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik yang diperkirakakan mampu dihapal hanya dalam waktu 9 Malam. Kisah kecerdasan Muhammad bin Idris sudah sangat sering kita terdengar. Bahkan dalam riwayat lain disebutkan bahwa Syafii muda telah menjadi guru bagi banyak orang.
Dalam Kitab Fathul Majid karya Syeikh Muhammad Nawawi pun tercerita tentang seorang anak yang tak kalah hebat. Alkisah hiduplah seorang ulama sombong bernama Dahriyyah. Ia dikaruniai kemampuan lisan yang cakap untuk berdebat hingga tak seorangpun yang sanggup membantah. Keunggulan ini lantas menjadikan ia jumawa bahkan menghilangkan hakikat tuhan dalam kehidupannya. Singkat cerita, seorang anak berusia 7 tahun lantas mengajak Dahriyyah beradu argumen. Atas izin Allah, Imam Abu Hanifah kecil menghinakan Dahriyyah dengan kecakapan lidahnya.
Selama bulan ramadhan tahun ini, salah satu stasiun televisi swasta secara kontinu menayangkan acara bertajuk “Hafiz Cilik Indonesia”. Ia bak oase di tengah gersangnya tayangan yang berasas kebermanfaatan. Tidak mudah tegak berdiri dari gempuran sekian ratus acara yang hanya berisi guyonan, umbar syahwat dan kesia-siaan semata. Hafiz Cilik Indonesia berhasil mencuri perhatian pemirsa televisi yang peduli pada nilai dan keberkahan ramadhan.
Seperti judulnya, Hafiz Cilik Indonesia berupa tayangan anak-anak usia belia yang memamerkan kemampuan dalam menghafal kalamullah. Kita akan terkagum-kagum menyaksikan kekuatan hafalan mereka ketika murojaah, pun tak ketinggalan tajwid mereka terlatih dengan baik.
Dalam beberapa episode, gue tercekat ketika melihat seorang anak bernama Musa yang berusia 5 tahun lebih enam bulan mampu menghafal 29 juz. Subhanallah. Awalnya sang anak ditertawakan seisi ruangan ketika ia, sambil memamerkan gigi ompongnya, berkata bahwa hafalannya sudah 29 juz. Tapi semua terdiam saat sang ayah mengiyakan ucapan Musa. Penonton lalu larut dalam tangis tersedu dan terharu ketika menyaksikan dengan penuh takjub saat Musa berhasil dengan baik menyambung semua ayat-ayat yang ditanyakan oleh para juri bahkan oleh penonton.
Musa, ayahnya berujar, mampu menghafal 5 halaman per harinya. Kemampuan yang luar biasa karena menurut Syeikh Ali Jaber, salah seorang juri yang juga menjadi imam di salah satu kota di madinah, rata-rata kemampuan maksimal penghafal Al Quran di madinah saat dia tengah menempuh pendidikan hanya 1 halaman. Tak pelak, kedahsyatan seorang Musa membuat hati terenyuh dan kagum.
Masih menurut sang ayah, Musa terbiasa setiap harinya bangun jam setengah tiga pagi dan melakukan murojaah 8 jam per hari. Ia juga dijauhkan dari lingkungan yang kurang baik dan juga tontonan yang tidak bermanfaat. Musa lebih menyukai video Muhammad Thoha, Syaikh bin Baaz, nama-nama yang mungkin masih asing di telinga kita, ketimbang menyaksikan Spiderman, ipin-Upin dan Power ranger.
Beda Musa beda lagi dengan Rasyid, peserta asal Pekanbaru. Rasyid mampu membacakan Alquran dengan ‘lagu’ Imam Makkah, Syaikh Sudais dan Imam Madinah, Al Ghomidi. Selain itu, Rasyid secara otodidak menguasai bahasa arab baik lisan maupun tulisan. Menurut penuturan sang ibu, sejak usia 6 bulan rasyid sudah lantang berucap ‘Allah’. Untuk semua keluarbiasaannya, Syeikh Ali Jaber bahkan tak segan menyematkan ‘syaikh’ di depan namanya, dan meminta sang ibu memanggil Rasyid dengan ‘Syaikh Rasyid’.
Masih banyak lagi hafiz-hafiz cilik yang membuat kita takjub. Ada anak yatim, ada yang tuna netra, belum lagi sosok Muhammad Alvin, salah seorang juri yang masih berusia 10 tahun namun sudah mampu menghafal 17 Juz Alquran beserta artinya. Dan masih banyak keajaiban lainnya. Benarlah kiranya ketika Allah berfirman dalam Surat Al Qomar bahwa Ia telah memudahkan Al Quran untuk dapat dipelajari dan dipahami.
Acara semacam inilah yang sebenernya kita perlukan di tengah gempuran hegemoni hedonisme dan kapitalisme yang mengeruk iman dan adab bangsa Indonesia terutama generasi muda. Kita ingin anak-anak Indonesia hari ini lahir dengan lantunan merdu surat Ar-Rahman Syaikh Misairy sehingga mereka tumbuh menjadi generasi qurani. Generasi yang senantiasa dekat dengan Al quran dan menjadikannya sebagai pedoman kehidupan. Generasi yang diharapkan oleh ummat. Bukan generasi yang telah terceruk imannya, terjual akidahnya, terbuang fikrahnya oleh semua liberalisasi, semiotika, bahkan hermeunetika.
‘Mereka inilah, yang sangat mungkin membuat Indonesia dalam Rahmat-Nya” ujar syeikh Ali Jaber kepada anak-anak peserta Hafiz Cilik Indonesia.