Mohon tunggu...
Andri Saputra
Andri Saputra Mohon Tunggu... -

Janganlah kita lupakan demi tujuan kita, bahwa para pemimpin berasaldari rakyat dan bukan berada di atas rakyat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurangnya Budaya Bertanya dalam Pelayanan Publik

8 Oktober 2014   20:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:51 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Diam Seribu Bahasa. Itulah yang sering terjadi dengan masyarakat di negeri ini. Mengapa budaya bertanya, apalagi mempertanyakan belum tumbuh ketika melihat pelayanan publik kita? Padahal lewat pertanyaanlah pikiran dapat terbuka dan kesadaranpun akan tetap terjaga. Banyak penemuan baru berawal dari sebuah pertanyaan. Dengan pertanyaan masyarakat bisa membuka rahasia dunia. Masih asingnya kebiasaan bertanya tidak lepas dari budaya yang hidup dalam masyarakat kita. Dalam masyarakat kita, sebuah pertanyaan seringkali menjadi tabu untuk dilontarkan. Lebih baik diam, daripada muncul pertentangan-konflik sebab adanya suatu pertanyaan. Meskipun sebenarnya berbagai pertanyaan ingin keluar dari kepala kita. Sikap yang cenderung diam menerima, di satu sisi telah membungkam sikap kritis masyarakat kita. Sering kali masyarakat kita tidak mau bertanya tentang pelayanan publik yang diberikan karena tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Sebagai salah satu contoh kongret kita tidak mau bertanya dasar penetapan suatu biaya yang kita bayarkan terhadap pelayanan tersebut.

Masyarakat bukan sekadar obyek yang seenaknya saja dibebani berbagai macam biaya yang seharusnya tidak dipungut sepeser pun. Pemerintah dalam memberi pelayanan harus mulai partisipatif dalam menentukan aturan main penyelenggaraan pelayanan. Masyarakat, pengambil keputusan, dan penyelenggara pelayanan publik berada pada posisi sejajar, yaitu sebagai mitra. Disini dibutuhkan transparansi/ keterbukaan penyelenggaraan pelayanan publik. Kondisi buruknya pelayanan publik tersebut juga tercermin dari rendahnya transparansi/keterbukaan penyelenggara pelayanan publik. Instansi pemerintah sebagai salah satu pelaku dalam penyelenggaraan negara belum banyak menerapkan keterbukaan dalam proses penyampaian pelayanan kepada publik. Sebagai akibatnya, peran masyarakat dalam proses pengawasan terhadap penyelenggara pelayanan publik juga sangat terbatas, dan hal ini berimbas pada perilaku koruptif. Disini perlunya standarisasi pelayanan yang diberikan. Selain itu juga perlunya masyarakat memahami secara pasti standar pelayanan yang seharusnya diterima sesuai dengan prosedur pelayanan publik yang dibakukan. Strategi pelayanan prima sebagaimana diterapkan oleh beberapa pemerintah daerah sebagai upaya pelaksanaan Undang-Undang Pelayanan Publik  nomor 25 tahun 2009 belum dapat dipenuhi. Terlebih pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota belum mampu memberikan pelayanan publik dengan kualitas standar pelayanan minimum.

Dengan adanya standarisi pelayanan maka prosesnya menjadi transparan maka peluang korupsi akan dapat direduksi. Apabila masyarakat mengalami diskriminasi dalam hal pelayanan dan harga, maka masyarakat dapat melakukan protes kepada penyedia layanan, yakni aparat pemerintahan. Masyarakat adalah komponen yang merasakan keadilan, dan buka sebaliknya menjadi obyek serta korban ketidakadilan. Masyarakat mempunyai hak untuk bertanya sebagai wujud pengawasan dan kontrol terhadap pemerintah karena penyelenggaraan pemerintah pada hakikatnya didasarkan atas mandat yang diberikan oleh rakyat melalui pemilihan umum. Masyarakat berhak menilai apakah mandat yang diberikan kepada pemerintahnya untuk menyelenggarakan pemerintahan terlebih pelayanan publik kepada masyarakatnya telah dilaksanakan secara baik atau belum. Penyelenggaraan pemerintahan tanpa disertai kontrol oleh masyarakat akan cenderung represif dan koruptif sehingga dalam jangka panjang bukan saja kurang memperoleh dukungan, tetapi juga tidak memberikan pelayanan publik yang baik yang berakibat tidak memberi kesejahteraan pada masyarakatnya.

Dengan masyarakat sering bertanya dalam pelayanan yang diberikan penyelenggara pelayanan publik maka akan mendorong penyelenggara pelayanan publik tersebut untuk segera menggunakan standar pelayanan publik. Standar pelayanan publik akan merubah budaya birokasi dari budaya kekuasaan menjadi budaya pelayanan prima. Dengan terpaksa atau tidak, penyelenggara pelayanan publik akan mempunyai keterikatan bersama. Mereka akan benar-benar menjaga etika pelayanan dari berbagai aspek. Mulai dari aspek mendasar, seperti sapaan ramah, selalu senyum, bersikap membantu dan empati hingga aspek terpenting yaitu penentuan tarif. Secara langsung berakibat apabila masyarakat mengalami diskriminasi dalam hal pelayanan dan harga, maka masyarakat dapat langsung melakukan protes keras kepada penyelenggara layanan publik tersebut. Penyelenggara layanan publik juga harus cepat merespon untuk segera melakukan perbaikan. Pelayanan publik yang prima sesungguhnya merupakan dambaan setiap masyarakat karena masyakat telah memberikan mandatnya melalui pemilihan umum untuk menjalankan pemerintahan dan telah membiayai jalannya pemerintahan tersebut melalui berbagai pajak yang telah dibayarkan. Kini saatnya penyelenggara pemerintahan melalui penyelenggara pelayanan publiknya untuk mewujudkan pelayanan prima. Masyarakat juga diharapkan mengerti secara pasti standar pelayanan yang seharusnya diterima sesuai dengan prosedur pelayanan publik dan tetap melakukan pengasawasan serta kontrol dengan cara yang paling sederhana yaitu selalu bertanya dalam pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.

Andri Saputra

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun