Keturunan Arab 1 Jumadil Tsani 1333 H
Sudah dihitung ternyata dari Brigade 26 lebih dari separuhnya adalah orang Arab atau sektar 2/3 orang arab. Mereka tidak menghitung diriku sebagai orang Arab tetapi sebagai orang yang berasal dari timur jauh. Mereka semua mengenakan pasukan sukarelawan militer dan dan dicampur dengan pasukan Turki yang berjumlah sekitar satu batalyon atau 1000 orang saja sedangkan sekitar 2302 adalah orang Arab yang berasal dari Syam, Hijaz, dan juga Yaman.
Aku tahu bahwa aku sendiri bangsa Arab namun mereka tidak melihatku seperti bangsa Arab. Hal itu mungkin karena logat bahasaku yang tidak dikenal oleh mereka. Mereka sepertinya melihatku seperti orang Melayu walau hidungku mancung dan tubuhku tinggi. Leluhur kami sudah lama tinggal di timur jauh selama ratusan tahun lamanya.
Aku baru tahu bahwa aku turunan Arab sejak aku berumur 17 tahun. Aku berjalan menuju ladang yang basah di musim penghujan. Ayah yang sedang mengawasi sawah yang dipekerjakan oleh orang lain-lain. Ayah sebagai kepala kampung tidak langsung bekerja di sawah. Tangannya bersih dari gesekan cangkul atau bajak yang peganggannya kasar. Jangan harap lihat ayah menyabit rumput atau memotong padi karena orang lain yang sudah mengerjakan hal tersebut.
Aku sebagai anaknya juga seperti tabu memegang pekerjaan itu walau hatiku ingin seperti itu. Pernah aku mencuri-curi kesempatan untuk mencangkul namun satu atau dua kali aku terasa lelah sekali. Aku meletakkan cangkul sebelum ayah melihatku.
Ayah duduk di saung dan memandangi luas sawahnya yang menguning. Ia menceritakan bagaimana ia membuka kampung ini dengan pejuangan. Â Ia melawan suku lain yang selalu mengganggu Kami karena menginginkan tanah kami. Da juga yang suka mengambil sapi karena mereka tidak bisa untuk memelihara sapi. Â
Tentu saja kita harus mempertahankan tanah ini dari mereka. Mereka harus menghentikan pencurian terhadap harta dan benda kami. Kami menyerang mereka.
 Meski kami sedikit kami berhasil mengusir mereka dan kami mengultimatum mereka agar jangan lagi menganggu kami.
Aku mempertanyakan asal usul kita. Ayah menceritakan bahwa kita berasal dari Aceh. Mereka adalah pedagang Aceh yang sudah lama menetap di sana. Sebenarnya asal mereka adalah Hadramaut. Mereka sudah beranak-pinak di Aceh.
Aku bertanya apakah kami masih keturunan Nabi? Pertanyaan yang aku kira hanya pertanyaan anak kecil saja. Mengenai hal tersebut, aku juga tidak tahu karena ia juga tidak mengetahui dari ayahnya namun kalau suatu saat aku ke Aceh atau mungkin ke Hijaz mereka bisa memberikan bantuan mengenai silsilah kehidupan dari keluarga kami.
Aku sudah membayangkan pada waktu itu untuk pergi ke Hijaz dan itu hanya membutuhkan waktu 5 tahun saja dari mimpi saya untuk ke Hijaz. Di Hijaz,  saya  bertemu dengan paman baik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Kalau kakek tidak tinggal di sini melainkan tinggal di Banda Aceh. Aku belum menemuinya dan mungkin setelah perang ini aku akan kembali menjenguk kakek.