Taa’ruf 3 Jumadil Tsani
Ini bukan ta’aruf dengan Aisyah.  Saya sudah harus mengenal dengan beberapa orang yang akan menjadi teman selama tugasku di Galipoli. Mungkin ini masa terakhirku di sini. Hanya Allah yang tahu tentang hal itu. Â
Di Turki di tanah ini, Â aku masih ingat perpisahan antara diriku dengan Ibrahim. Ia begitu senang sekali mendapatkan putri Paman kami, Zawiyyah. Aku mendoakan kepada mereka agar mereka bahagia dunia akhirat. Â Aku tidak akan mengajak Ibrahim karena ia adalah anak pertama dan ia harus menjaga orang tua kami di kampung halaman kami. Di dalam hatinya mungkin ia juga ingin membela Khalifah Utsmaniyyah juga namun apa daya ia tidak bisa juga.
Truk berjalan terjungkal-jungkal karena jalan yang tidak rata menuju tempat di Galipoli dan ada satu peleton dalam angkutan tersebut yang aku tidak kenal semuanya. Aku hanya mengenal lima orang yang duduk di sekitar. Mereka berasal dari Damaskus. Ada kembar yang bernama Hamid dan Halil yang wajahnya mirip. Mereka tampak kompak berdua dan berbicara berduaan. Kemudian di dekat pintu mobil ada yang bernama Murad yang berbadan besar dengan jenggot yang lebat pula. Kemudian ada seorang tua yang bijaksana bernama Sulaiman Ar Rumi. Aku rasa dengan rambutnya yang masih menyisakan warna kuning ia memang orang Rumi. Orang tuanya memberi namanya Ar Rumi karena mengingat Shahabat Nabi yang berasal dari Rumi. Ia tampak lelah dan tertidur padahal baru perjalanan yang memakan 30 menit. Aku menduga umurnya kini sudah mencapi 60 tahun.
Ada juga yang bernama Hanzhalah. Ia orang yang tinggi dan berperawakan kurus atau hampir sedikit ideal saja. Sebab tidak mungkin kalau orang kurus masuk dalam kesatuan ini meski ini cuma kesatuan sukarelawan.
Yang paling dekat duduknya denganku adalah Hanzhalah. Ia bercerita mengenai pekerjaannya di Syria. Ia sudah mempunyai tiga orang anak yang lucu Ia mengambarkan anaknya tersebut pandai sekali mengaji yang anak pertama sedangkan yang kedua dan ketiga masih balita.
Di depan ada Mulazim Ilham dengan Supir dan seorang sersan yang bernama Mishal. Sersan Mishal berasal dari Damaskus. Mereka pasti sedang mendiskusikan untuk menerjunkan pasukan mereka di Galipoli menurut arahan komandan Brigade. Aku melihat ke belakang dan ada truk yang lain lagi menyertai kami di jalanan menuju Galipoli. Aku tahu bahwa satu batalyon akan menetap sementara di sebuah pantai untuk menghalangi laju pasukan musuh di Galipoli.
Aku sudah berkenalan dengan Jamal. Ia sudah menceritakan dan giliran aku menceritakan mengenai kepergian kami dari tanah kami untuk menjalankan ibadah haji dan kami bersilaturrahmi dengan saudara-saudara atau paman-paman dari saudara kandung hingga saudara sepupu orang tua kami di sini. Kami juga ingin mengetahui siapa ayah dari ayah kami tetapi ternyata mereka sudah meninggal. Yang ada adalah saudara dari kakek kami.
Jamal cukup atensi mendengar penjelasan saya dan ia tidak lelah dengan omongan saya. Tetapi ia mengkritik saya mengapa mencari paman Mukhtar sampai jauh sekali sehingga meninggalkan tanah airnya. Ia seharusnya bisa mencari pamannya Mukhtar di akademi dan kalau sudah di Galipolli pasti akan sulit untuk mencari pamannya karena mereka juga sibuk dengan hal peperangan terlebih pamannya adalah serang Sersan pelatih yang pasti sibuk untuk melatih anak buahnya dan tidak akan selesai sampai perang selesai atau akan diganti masanya setiap empat bulan tentu saja aku sedih dengan hal itu karena ada kemungkinan saya tidak akan bertemu dengan pamanku.
Truk akhirnya berhenti dan aku melihat luas sekali lapangan yang ada di luar pantai yang tidak terawat karena ini jelas bukan tempat wisata namun tempat bersembunyi. Mulazim Ilham keluar dari truk tersebut dan mengumpulkan pleton tersebut sebelum bergabung dengan Kompi C dan bergabung dengan Brigade 17.
Saya melihat banyak sekali kontingen Arab dalam Brigade ke 26 ini. Hampir mustahil menemukan orang Turki dalam Brigade ini. Brigade ini akan dipimpin oleh Mirliva Mustafa Cevet Bey. Ia akan memimpin pertahanan dari serangan pasukan ANZAC yang merupakan singkatan Australia New Zealand Army Corps. Mereka adalah  pasukan kolonial Inggris yang berasal dari benua Selatan kalau Hindia Belanda ada di selatan maka Australia ada di lebih Selatan dan lebih Selatan lagi adalah New Zealand.