Mohon tunggu...
Andre Zulfikar
Andre Zulfikar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

ISIS, Membajak Islam Demi Kepentingan Kelompok

16 November 2015   15:47 Diperbarui: 16 November 2015   15:47 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masyarakat dunia turut berduka atas penyerangan dan pengeboman yang terjadi di Paris. Penyerangan brutal yang dilakukan oleh 8 orang tersebut mengakibatkan lebih dari 120 orang meninggal dunia dan luka-luka.  Untuk menunjukkan rasa belasungkawa atas peristiwa tersebut, banyak negara yang memberikan dukungan terhadap korban dengan memancarkan warna bendera Perancis di situs wisata maupun Pemerintahan. Seperti Sidney Opera House di Australia, Gedung Gurbenur Tokyo dan situs-situs lainya ikut berubah berwarna bendera Perancis atau yang disebut dengan tricolore. Berbagai macam bentuk empati juga beredar di media sosial seperti facebook dan twitter. Pada media sosial facebook, bentuk belasungkawa dilakukan dengan mengubah foto profil menggunakan filter tricolore. Sementara di twitter, hastag #PrayforParis mulai menjadi tren netizen dunia.

Namun kemunculan rasa empati tersebut menimbulkan kecaman karena dianggap diskriminatif. Peristiwa Paris dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa pembunuhan yang terjadi di Palestina, Suriah, Iran dan daerah lain-lainnya.  Pembantaian terhadap umat muslim di Palestina oleh Israel terjadi selama bertahun-tahun namun tidak ada perhatian dunia untuk menghentikan tindakan Israel. Bahkan rasa empati tersebut menimbulkan judgement seolah-olah umat muslim adalah teroris. Hal ini dikarenakan adanya teriakan "Allahhu Akbar" dari salah satu pengebom bunuh diri.  Cukup banyak perbincangan tuduhan Islam sebagai teroris yang menimbulkan kekerasan. Rasa empati seperti ini justru akan memicu pergesekan antar umat beragama di dunia.

Judgement terhadap agama Islam sebagai asal terorisme tidak dapat dibenarkan. Memang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengaku bertanggung jawab atas sejumlah serangan di Paris, jumat malam lalu. Pernyataan resmi telah dirilis ISIS dalam bentuk tulisan dan audio melalui resmi kelompok militan tersebut. ISIS menyatakan bahwa 8 pejuang yang disebut sebagai saudara itu dipersenjatai dengan rompi berbahan peledak dan senapan. Kedelapan orang itu disebut telah memilih dengan hati-hati lokasi serangan di jantung ibu kota Perancis tersebut. Jika kita memahami secara bijak, yang bertanggung jawab atas tindakan teror bom dan penyeranagan ini jelas adalah Organisasi ISIS, bukan umat Islam yang yang hampir tersebar di seluruh penjuru dunia.

Paris sebagai Ibu kota Perancis memang menjadi salah satu target utama bagi kelompok ISIS. Mereka menyebut Paris sebagai ibu kota kebencian dan penyimpangan.   Negara Perancis cukup aktif dalam membantu Irak menghancurkan ISIS sejak awal.  Konflik bersenjata ISIS dengan negara yang membantu Iraq dan Suriah juga telah berlangsung dari dahulu. Penyerangan kelompok ISIS juga telah berlangsung sejak tahun 2014 lalu.  Pasca penyerangan ini, Perancis langsung melakukan aksi balas dendam dengan menggempur markas kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Kota Raqqa, Suriah.

Simpatisan dan partisan jaringan kelompok ISIS telah menyebar ke negara-negara ASEAN. Selain Grup Santoso yang menyatakan berada di bawah naungan ISIS, kelompok militan Malaysia Ingin membentuk jaringan teroris di Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan oleh pernyataan Kepala Divisi Kontraterorisme Malaysia, Datok Ayob Khan Mydin Pitchay. Menurutnya saat ini ada tiga orang yang ingin membentuk jaringan teroris Negara Islam di Asia Tenggara.

Jaringan ISIS di ASEAN bukanlah wajah baru, namun pengeboman dan penyerangan di Paris dapat saja digunakan sebagai momentum kebangkitan kelompok-kelompok Teroris. Keamanan negara-negara ASEAN akan semakin meningkat. Bisa saja kelompok simpatisan maupun partisan ISIS ini turut melakukan pengeboman terhadap Duta Besar negara yang telah menyerang ISIS ataupun menyerang perusahaan-perusaan yang bebenderakan negara tersebut.

Penyebaran radikalisme oleh ISIS terus berkembang di masyarakat Indonesia. Kelompok ini akan menjadikan ideologi dan pemahaman agama sebagai senjata dalam penyebaran paham agama. Penyebaran yang dilakukan melalui dakwah, khotbah ataupun pengajian. Inilah salah satu sebabnya mengapa islam kerap disandingkan dengan terorsisme. Kelompok ini sangat mungkin untuk menyusupkan pahamnya dalam seluruh jamaah muslim Indonesia baik yang tergabung dalam majelis-majelis tak'lim dan pesantren-pesantren.

Pemerintah Indonesia harus waspada atas serangan jaringan ISIS yang mungkin saja terjadi di Indonesia. Semua kelompok yang berafiliasi dengan ISIS harus diawasi pergerakannya baik yang bergerak masuk ke dalam negeri maupun yang telah ada di dalam negeri. Pengamanan terhadap objek vital yang rawan juga harus terus dilakukan oleh kepolisian Indonesia.

Dalam membendung radikalisme yang dibawakan oleh ISIS, membutuhkan peranan utuh dari segenap masyarakat Indonesia. Tidak mungkin kita hanya memanfaatkan peran polisi dalam mencegah bangkitnya ISIS di Indonesia. Seluruh masyarakat harus ikut menjadi mata telinga yang mencegah penyebaran paham kelompok ISIS. Jangan ragu untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun