Sulit rasanya memisahkan akses internet dengan internet provider yang satu ini: IndiHome. Salah satu anak usaha Telkom Indonesia yang telah memberi andil besar bagi perkembangan digitalisasi di tanah air. Pun bagi penulis, IndiHome turut berjasa secara pribadi.
Semuanya dimulai saat penulis masih SMP, sekitar tahun 2011 silam. Kebutuhan akan internet menjadi hasrat yang tidak tertahankan. 'Stay Hungry, Stay Foolish', kutipan kalimat populer Steve Job tersebut menggambarkan bagaimana antusiasme penulis dan 'bocil-bocil' di masa itu yang sangat getol mengeksplorasi internet. Gegap gempitanya membuat masa remaja jadi lebih ceria. Meski cara setiap orang berbeda dalam merayakan era baru 3.0 tersebut. Â Â
Di saat orang lain datang untuk nge-game dan memang hampir semua warnet pinggir jalan berkonsep 99% game oriented, penulis malah berkutat di depan browser chrome sambil mengeksplorasi berbagai kata kunci di Google. Entah itu tentang siapa orang terkaya di dunia, trik sulap Deddy Corbuizer (ya saya ngefans sama Pak Letkol Tituler ini) sampai dengerin sampel suara hantu di Youtube yang mana di masa itu kepolosan membuat apa saja tampak orisinil. Â
Dengan banyaknya refrensi di internet, penulis bingung mau melakukan apa. Ibaratnya BM (banyak maunya), jari telunjuk mengklik kursor dengan kecepatan ultrasonik. Lompat dari satu halaman ke halaman lainnya. Lihat banyak kreator bikin fanspage Facebook, akhirnya ikut-ikutan juga. Lihat orang ngeblog untuk ngejar cuan dari adsense, penulis pun belajar caranya. Lanjut gabung ke forum-forum jual-beli ngebahas cara jadi reseller atau internet marketer. Klik iklan sana-sini, buka situs A-Z, pokoknya belajar apa saja yang menarik.Â
Bahkan saking BM-nya, gara-gara nontonin skill Lionel Messi dan CR7 di Youtube, penulis pun belajar tutorial dribbling bola, siapa tau bisa dipraktekin waktu tanding lawan anak gang sebelah. Meskipun ujung-ujungnya bukan dribbling bola ke gawang lawan, malah ke gawang sendiri. Haha. Â
Penulis pun terus mengeksplorasi semuanya sampai masuk ke perkuliahan. Dan sekali lagi, tetap dari warnet yang sama. Pulang-pergi ke warnet yang itu-itu saja. Tapi yang sedikit menganggu sejak awal adalah karena itu warnet gaming, keheningan dan rasa privasi sulit ditemukan. Â
Kenapa gak coba pasang WiFi di rumah?
Orang tua penulis sejak awal sudah coba cari info bahkan menghubungi salesnya sejak 2016. Cuma memang di tahun tersebut belum ada internet provider yang punya tiang jaringan di gang rumah.
Dan asli, ini gak bohong.Â
Padahal lokasi penulis itu ada di Kota Medan (meskipun agak pinggiran), tapi belum ada internet provider yang bisa masuk ke sana. Penetrasinya masih belum merata. Penulis pun harus menunggu sembari terus pulang-pergi warnet setiap harinya, belajar hal-hal baru.