Data terkirim, saya tinggal menunggu balasan.
Meskipun saat itu saya sedikit kecewa karena tidak ada keterangan pemenang akan menerima sertifikat. Padahal sertifikat sangat penting untuk mahasiswa seperti saya. Itu bukti prestasi. Memang sih, sertifikat fisik terdengar konvensional, namun itulah yang masih diterima saat-saat ini di dunia kampus, terlebih di kampus saya.
Mata saya saja yang dimanjakan dengan nominalnya. Ok. Bagian ini tidak usah dibahas. Hehehe.
Besoknya saya screenshot kan halaman pengumuman Kompasiananya, lalu dijadikan WA Stories. Ingin eksis gitu. Dan dari postingan sederhana itu, beritanya mulai menyebar se-antero kampus.
Beberapa hari kemudian, saya senyum-senyum saja mendengarnya, kala Pak Wakil Dekan, Pak Dekan, Bu Wakil Rektor, Pak Rektor, bahkan sahabat-sahabat saya di kampus memberi selamat atas prestasi itu dengan bumbu-bumbu obrolan, "Tulisannya bagus, kamu bikin judulnya itu loh, bikin penasaran dan tak mudah ditebak, kamu udah sering nulis ya di sana?" kala itu saya cuma cengar-cengir saja dan mengatakan 'terima kasih' sembari menggaruk bagian belakang leher dan bergumam dalam hati, "Mereka mungkin belum tahu itu tulisan pertama saya di Kompasiana."
Mereka juga tidak begitu paham apa itu Kompasiana. Maka saya pun tergerak memberi kan edukasi literasi terkait platform ini. "Jadi Kompasiana itu Bapak/Ibu/Bro/Sister adalah..." Â
Satu minggu kemudian hening.
Saya kembali beraktivitas seperti biasa di kampus. Apalagi tanggal 4-5 Juli saya  harus mewakili kampus mengikuti KDMI LLDIKTI 1 tingkat Provinsi Sumut. Jadi saya tidak mikir apa-apa lagi kecuali fokus pada event ini.
Tiba-tiba koneksi internet terganggu. Ada apa ini? (Mode drama).
Ternyata sebuah panggilan misterius dengan nomor telpon rumah.