Mohon tunggu...
Andreywan Fitroni
Andreywan Fitroni Mohon Tunggu... -

now or never

Selanjutnya

Tutup

Money

Plus-minus UMP Tinggi

6 November 2013   10:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:32 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

tak lama setelah UMP ditetapkan oleh beberapa daerah, buruh kembali turun ke jalan untuk menuntut kembali UMP yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan. tarik ulur kepentingan terjadi dalam penetapan UMP ini. di pihak buruh tetap ngotot bahwa UMP yang sudah ditetapkan terlalu kecil untuk menghidupi diri dan keluarganya di kota besar. sedangkan pengusaha mengeluhkan tingginya permintaan buruh yang mengakibatkan rendahnya kemampuan perusahaan untuk berkompetisi dengan produk yang datang dari luar negeri. sedangkan di sisi lain beberapa penguasa yang notabene menjadi mediator antara pengusaha dan buruh menarik kebijakan secara politis, sehingga membuat bingung kedua belah pihak.

Upah Minimal Provinsi (UMP) beberapa tahun ini memang sangat menarik untuk dibahas dan ditelusuri, namun saya akan coba menariknya dari sisi positif dan negatifnya.

sisi positif dari kenaikan UMP yang tinggi ini adalah semakin terjaminnya kondisi buruh. bukan hanya kebutuhan primernya; sandang, pangan, dan papan, tapi juga kebutuhan sekundernya hingga bedak dan ponsel. hal ini akan membuat kehidupan buruh akan lebih baik. disamping itu, sesuai dengan hukum ekonomi, semakin besar pendapatan maka semakin besar pula kebutuhan. artinya, dengan besarnya pendapatan buruh, maka dorongan untuk membelanjakannya akan semakin tinggi. hal ini akan membuat kegiatan ekonomi kota tempat buruh tinggal akan semakin tumbuh.

sisi negatif dari kenaikan UMP ini antara lain: arus urbanisasi dan pembangunan tidak merata. mengapa bisa demikian? hal ini disebabkan karena masyarakat merasa kehidupan di kota semakin menarik dan menjanjikan. sehingga meski dengan modal ijazah SMA saja sudah bisa hidup lebih layak daripada di kampung sendiri. akibatnya, masyarakat di kampung akan berbondong - bondong mengadu nasipnya di kota. akhirnya kampung halaman yang seharusnya menjadi tempat yang akan dikembangkan ditinggalkan dan hanya dihuni oleh lansia saja, sehingga produktifitas kampung halaman menjadi menurun tajam. sehingga pembangunan-pun akan lebih diprioritaskan untuk kota yang penduduknya lebih banyak.  sedangkan kota yang ditinggalkan buruh cenderung lambat dalam pembangunannya. hal ini akan sangat membebani kota-kota besar seperti Jakarta untuk cepat berbenah.

dipandang dari sisi investasi, keinginan buruh yang menurut beberapa pihak berlebihan dapat membuat para investor takut untuk menginvestasikan dananya di Indonesia. akibatnya, pilihan untuk berinvestasi ke negara lain semakin tinggi, terutama ke negara yang upah buruhnya lebih rendah dari negara kita. akhirnya indonesia hanya akan menjadi pasar yang potensial bagi produk-produk luar negeri.

jika dipandang dari sisi kemandirian, buruh yang dulunya berusaha untuk mencari modal untuk usaha sediri setelah keluar dari perusahaan lama kelamaan akan semakin  pupus. sehingga usaha untuk mandiri dengan membuka usaha sendiri semakin kecil.

semua hal di atas kebali lagi kepada pendapat masing - masing. memang masih banyak hal positif atau negatif yang masih bisa dibahas. namun karena keterbatasan waktu, saya persilahkan untuk menambahnya......:-D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun